Selasa, 07 Juli 2020

Cara Pelaporan / Melaporkan Gratifikasi

Cara Pelaporan / Melaporkan Gratifikasi

Cara Pelaporan / Melaporkan Gratifikasi. Merasa tak tenteram atau tak damai karena mendapat dukungan yang didapat karena layanan atau manfaat yang diperoleh? Hati-hati, Anda mungkin mendapat bantuan berupa gratifikasi.

Menurut Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 wacana Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 wacana Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, seperti dikutip dari situs resmi Komisi  Pemberantasan Korupsi (KPK), gratifikasi ialah derma dalam arti luas, ialah mencakup pinjaman duit, barang, rabat (discount), komisi, tunjangan tanpa bunga, tiket perjalanan, kemudahan penginapan, perjalanan rekreasi, pengobatan hanya-hanya, dan kemudahan lainnya.

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dikerjakan dengan memakai sarana elektronika atau tanpa fasilitas elektro.

Definisi di atas menunjukkan bahwa gratifikasi bantu-membantu mempunyai arti pinjaman yang bersifat netral. Suatu pertolongan menjadi gratifikasi yang dianggap suap kalau terkait dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau peran penerima.

Ketentuan perihal gratifikasi yang dianggap suap mirip diatur pada Pasal 12B dan 12C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 perihal Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 ihwal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut berlawanan dengan suap.

Hal ini perlu ditegaskan mengenang selama ini masih terdapat kerancuan berpikir seolah-olah delik gratifikasi ialah bentuk lain dari suap atau menyamakan delik gratifikasi dengan suap.

Dalam Pasal 12B dan 12C Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut, dikontrol tentang delik gratifikasi mengendalikan ancaman pidana bagi setiap pegawai negeri/penyelenggara negara yang mendapatkan segala bentuk bantuan yang tidak sah dalam pelaksanaan tugasnya, atau yang diistilahkan selaku gratifikasi yang dianggap suap dan tidak melaporkannya pada KPK dalam rentang waktu paling lama 30 hari kerja.

Terkait hadiah, dilihat dari sisi faktor sosiologis, memang praktik penerimaan kado merupakan sesuatu yang wajar dari sudut pandang kekerabatan eksklusif, sosial dan etika-istiadat.

Akan tetapi, ketika hal tersebut dijangkiti kepentingan lain dalam hubungan kuasa maka cara pandang gratifikasi yakni netral tidak bisa dipertahankan. Hal itulah yang disebut dalam Pasal 12B sebagai gratifikasi yang dianggap suap, yakni gratifikasi yang terkait dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau peran peserta.

Dalam konteks Pasal 12B ini, tujuan dari gratifikasi yang dianggap suap dari sudut pandang pemberi ialah untuk mengharapkan laba di kurun yang akan datang dengan menghendaki pegawai negeri/penyelenggara negara akan melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kewenangannya demi kepentingan si pemberi tersebut.

1. Prinsip-prinsip dalam Pengendalian Gratifikasi

Pengendalian gratifikasi ialah serangkaian acara yang bermaksud untuk mengatur penerimaan gratifikasi lewat peningkatan pengertian dan kesadaran pelaporan gratifikasi secara transparan dan akuntabel sesuai peraturan perundang-seruan. Dalam menjalankan kegiatan pengendalian gratifikasi, terdapat sejumlah prinsip-prinsip utama, adalah:
·          Transparansi;
·          Akuntabilitas;
·          Kepastian Hukum;
·          Kemanfaatan;
·          Kepentingan Umum;
·          Independensi; dan
·          Perlindungan bagi Pelapor.

2. Pelaporan Gratifikasi
Pegawai negeri atau penyelenggara negara wajib untuk melaporkan gratifikasi yang diterimanya serta memberikan laporan tersebut terhadap KPK.

A. Penolakan Gratifikasi yang Dianggap Suap pada Kesempatan Pertama
Gratifikasi yang dianggap suap, yakni gratifikasi yang diberikan dari pihak yang memiliki kesempatanbenturan kepentingan dengan pegawai negeri/penyelenggara negara, dan derma tersebut tidak boleh oleh hukum yang berlaku, ialah jenis gratifikasi yang mesti ditolak oleh setiap pegawai negeri/penyelenggara negara.
Penolakan atas penerimaan gratifikasi tersebut, perlu dilaporkan oleh pegawai negeri/penyelenggara negara ke instansinya atau KPK.
Pencatatan atau pelaporan atas penolakan dapat berguna sebagai alat pemutus keterkaitan antara pegawai negeri/penyelenggara negara dengan pihak pemberi.

B. Prinsip Penolakan Gratifikasi

Gratifikasi yang ditolak dalam konteks ini ialah gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan peran dan keharusan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang diserahkan secara eksklusif.

Penolakan atas penerimaan gratifikasi tersebut perlu dilaporkan oleh pegawai negeri/penyelenggara negara ke UPG di instansi masing-masing. Pencatatan atau pelaporan atas penolakan dapat memiliki kegunaan sebagai alat pemutus pertentangan kepentingan antara pegawai negeri/penyelenggara negara dengan pihak pemberi.

Simulasi menawan yang dapat dikemukakan yakni saat Pejabat A yang memiliki integritas menolak derma dari seorang kurir pengusaha X, namun ternyata uang yang ditolak oleh Pejabat A ternyata tidak pernah dikembalikan oleh kurir pada usahawan X, sehingga Pengusaha X mencatat dan berasumsi Pejabat A telah mendapatkan uangnya.

Hal ini menjadi problem dikala di suatu hari Pengusaha X dijerat aturan pidana dan kemudian ditemukan catatan ajaran dana terhadap Pejabat A, maka jika Pejabat A sejak permulaan melaporkan penolakan gratifikasi yang dilakukannya secara internal, dan kemudian hal tersebut dicatat oleh UPG, tentu saja pencatatan tersebut dapat menjadi bukti yang melindungi Pejabat A, sebab dia sudah menolak gratifikasi tersebut sejak awal.

Akan berbeda halnya bila Pejabat A tidak pernah melapor dan tidak memiliki bukti apapun untuk menyangkal bahwa beliau telah mendapatkan sejumlah duit dari Pengusaha X melalui kurir.

Prinsip penolakan ini berada pada ranah hukum disiplin sehingga kalau ketentuan ini dilanggar perlu dikelola bentuk hukuman administratif yang dapat dijatuhkan pada pihak yang melanggar. Hal ini ialah penegasan dari larangan mendapatkan gratifikasi yang dianggap suap.

Ketentuan ini diperlukan sejalan dengan prinsip law as tool of social engineering, dimana pegawai negeri dan penyelenggara negara yang selama ini condong permisif perlu mengganti kebiasaan tersebut dan merombak cara berpikir, sehingga timbul sikap yang tegas untuk menolak setiap gratifikasi yang dianggap suap yang diberikan secara pribadi padanya.

Akan namun, terdapat kondisi-keadaan tertentu dikala gratifikasi tidak dapat ditolak. Hal inilah yang perlu dikontrol selaku pengecualian dari kewajiban menolak atau larangan menerima gratifikasi. Berikut yakni beberapa kondisi pengecualian, maka gratifikasi tidak wajib ditolak, ialah:
1.      Gratifikasi tidak diterima secara langsung;
2.      Tidak diketahuinya pemberi gratifikasi;
3.      Penerima ragu dengan kualifikasi gratifikasi yang diterima.
4.      Adanya kondisi tertentu yang tidak mungkin ditolak, seperti: mampu menimbulkan rusaknya kekerabatan baik institusi, membahayakan diri sendiri/karier peserta/ada ancaman lain,
5.      Gratifikasi diberikan dalam kegiatan akhlak istiadat, acara yang cocok dengan tradisi yang luhur dan upacara keagamaan.
Dalam hal gratifikasi yang memenuhi empat keadaan pengecualian di atas, maka gratifikasi tersebut mampu diterima dan lalu wajib dilaporkan pada KPK atau kepada KPK lewat masing-masing Unit Pengendali Gratifikasi.

C. Kewajiban Hukum Melaporkan Gratifikasi yang Dianggap Suap

Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menertibkan keharusan pegawai negeri/penyelenggara negara untuk melaporkan penerimaan gratifikasi kepada KPK paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi.

Pada Penjelasan Pasal 16 tersebut gratifikasi yang wajib dilaporkan di sini yakni gratifikasi yang terdapat pada Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 perihal Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ialah gratifikasi yang berafiliasi dengan jabatan dan bertentangan dengan keharusan atau tugasnya.

D. Mekanisme Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi
Bagaimana Cara Pelaporan / Melaporkan Gratifikasi? Pegawai negeri/penyelenggara negara melaporkan penerimaan gratifikasi kepada KPK dengan mengisi formulir secara lengkap sebelum 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima oleh penerima gratifikasi, atau terhadap KPK melalui UPG sebelum 7 hari kerja terhitung semenjak tanggal gratifikasi diterima.

Hal lain yang perlu diamati dalam kelengkapan data perlu dicantumkan kontak pelapor berbentuknomor telepon, nomor telepon kantor, alamat email dan nomor komunikasi lain yang mampu dihubungi mengenang adanya proses klarifikasi dan keterbatasan waktu pemrosesan laporan yang ditentukan oleh undang-undang.

Penyampaian formulir dapat disampaikan secara eksklusif kepada KPK atau lewat UPG melalui pos, e-mail, atau situs web KPK/pelaporan online.

UPG atau Tim/Satuan Tugas yang ditunjuk wajib meneruskan laporan gratifikasi terhadap KPK dalam rentang waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak laporan gratifikasi diterima oleh UPG atau Tim/Satuan Tugas.

KPK menetapkan status penerimaan gratifikasi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung semenjak laporan gratifikasi diterima oleh KPK secara lengkap.

KPK melaksanakan penanganan laporan gratifikasi yang meliputi: (1) verifikasi atas kelengkapan laporan gratifikasi; (2) undangan data dan informasi kepada pihak terkait; (3) analisis atas penerimaan gratifikasi; dan (4) penetapan status kepemilikan gratifikasi.

Dalam hal KPK menetapkan gratifikasi menjadi milik penerima gratifikasi, KPK memberikan Surat Keputusan terhadap akseptor gratifikasi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan, yang dapat disampaikan melalui fasilitas elektronik dan non-elektro.

Dalam hal KPK memutuskan gratifikasi menjadi milik negara, peserta gratifikasi menyerahkan gratifikasi yang diterimanya paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan.

Penyerahan gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. kalau gratifikasi dalam bentuk duit maka peserta gratifikasi menyetorkan ke rekening KPK dan berikutnya menyampaikan bukti penyetoran kepada KPK;

b. bila gratifikasi dalam bentuk barang maka akseptor gratifikasi menyerahkan terhadap:

i. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau Kantor Wilayah/Perwakilan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara di daerah barang berada memberikan bukti penyerahan barang terhadap KPK; atau

ii. KPK yang untuk berikutnya diserahkan terhadap Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan menyampaikan bukti penyerahan barang kepada Penerima gratifikasi.

Dalam hal gratifikasi berbentuk barang, KPK mampu meminta penerima Gratifikasi untuk menyerahkan uang sebagai kompensasi atas barang yang diterimanya sebesar nilai yang tercantum dalam Surat Keputusan Pimpinan dengan metode penyerahan sebagaimana dikontrol pada ayat (5) aksara a.

E. Perlindungan terhadap Pelapor Gratifikasi

Pelapor gratifikasi mempunyai hak untuk diberikan dukungan secara aturan. Menurut Pasal 15 UU KPK, KPK wajib memberikan pemberian kepada saksi atau pelapor yang telah menyampaikan laporan atau menunjukkan informasi tentang terjadinya tindakan melawan hukum korupsi.

Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 perihal Perlindungan Saksi dan Korban, Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) memiliki tanggung jawab untuk memberikan pinjaman dan tunjangan terhadap saksi dan korban.

Dalam konteks ini, pelapor gratifikasi dapat akan dibutuhkan keterangannya sebagai saksi tentang adanya dugaan tindak kriminal korupsi.

Pelapor gratifikasi yang menghadapi potensi ancaman, baik yang bersifat fisik ataupun psikis, termasuk ancaman terhadap karir pelapor mampu mengajukan usul dukungan terhadap KPK atau LPSK. Instansi/Lembaga Pemerintah diusulkan untuk menawarkan mekanisme pemberian khususnya ancaman kepada karir atau faktor administrasi kepegawaian yang lain. Bentuk perlindungan tersebut dapat diatur dalam peraturan internal.

Bagaimana Cara Pelaporan / Melaporkan Gratifikasi dengan Aplikasi Gratifikasi Online (GOL). Pelaporan Gratifikasi dengan Aplikasi Gratifikasi Online (GOL). KPK meluncurkan e-Gratifikasi dalam rangka peningkatan pemahaman gratifikasi dan pelaporan gratifikasi yang lebih kreatif, masif, terstruktur dan mengikuti perkembangan teknologi. e-Gratifikasi terdiri dari salah satunya Aplikasi Gratifikasi Online (GOL).

GOL yaitu aplikasi yang dikembangkan oleh KPK untuk membuat lebih mudah Pegawai Negeri dan Penyelenggara Negara dalam melaporkan penerimaan Gratifikasi. Aplikasi GOL ini tersedia dalam beberapa media, adalah web (gol.kpk.go.id) dan mobile (dapat di unduh melalui Android dan iOS).

Aplikasi GOL modern ini juga menyediakan fitur untuk membantu Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di masing-masing K/L/O/P dalam mengelola laporan gratifikasi yang diterima oleh pegawai dalam instansinya. Dengan adanya aplikasi GOL, diharapkan petugas UPG mampu melaporkan penerimaan gratifikasi secara kolektif dengan lebih gampang dan cepat.

Demikian info perihal Cara Pelaporan / Melaporkan Gratifikasi. Semoga ada manfaatnya.






Sumber https://carahiba.blogspot.com


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)