Alterasi yaitu pergeseran suatu batuan dan mineral penyusunnya, baik itu sifat kimia maupun sifat fisiknya yang disebabkan oleh larutan hidrotermal (Pirajno,1992). Secara alami alterasi hidrotermal terhadap batuan agak beraneka ragam seiring dengan temperatur deretan dari bijih maupun batuannya.
Kehadiran demikian dari suatu bulat alterasi dari batuan teralterasi mengindikasikan agresi hidrotermal, yang secara umum mempunyai arti eksistensi endapan mineral hidrotermal yang boleh jadi tersembunyi atau belum tersingkap ke permukaan. Kaprikornus, sebuah bundar alterasi hydotermal mampu digunakan selaku sebuah petunjuk mudah di dalam memperoleh mineral bijih (Bateman,1951).
Batuan samping secara lazim menghalangi endapan bijih dari hidrotermal yang teralterasi oleh larutan panas yang melewatinya serta bareng dengan perkumpulan bijihnya. Alterasi dianggap benar untuk sebagian besar proses mineralisasi terhadap endapan bijih itu sendiri.
Baca juga: Macam-Macam Zona Alterasi
Secara alamiah produk alterasi tergantung atas beberapa aspek (Park dan MacDiarmid, 1964; Corbett dan Leach, 1993), adalah:
- Karakter batuan asal (batuan induk)
- Karakter aliran fluida
- Karakter temperatur dan tekanan pada tempat berlangsungnya reaksi
- Permeabilitas
- Reaksi kinetik gas/cairan/padat
- Waktu aktivitas atau derajat keseimbangan .
Secara umum tipe batuan asal mempengaruhi jenis alterasi yang terjadi akibat dampak larutan hidrotermal, walaupun ada beberapa pengecualian (Boyle,1970 dalam Evans, 1987). Umumnya batuan yang bersifat asam akan terjadi proses sericitization, argilization, silicification dan pyritization.
Batuan intermedit dan basa secara lazim memberikan chloritization, carbonatization, sericitization, pyritization dan propylitizaztion. Pada batuan karbonat alterasi temperatur tinggi berbentukskarnification, sedangkan batulempung, slate dan sekis mempunyai karakteristik tourmalinization, dan secara khusus menghasilkan endapan tin dan tungsten.
Boyle (1970) dalam Evans (1987) juga memberikan bahwa tipe tertentu mineralisasi umumnya bareng dengan karakteristik alterasi pula namun cuma pada beberapa conto tergantung rekahan yang ada. Red uranium, vanadium, copper dan endapan perak secara biasa disamakan dengan proses pemutihan. Endapan tipe vein perak biasanya memiliki karakteristik terjadinya carbonatization, chloritization, dan vein Molybdenum-bearing, oleh proses silicification dan sericitization.
Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai kumpulan mineral (mineral assemblage) (Guilbert dan Park, 1986). Setiap himpunan mineral akan mencerminkan tipe ubahan (type of Alteration) yang secara umum dikelompokkan menjadi tipe potassik, filik, argilik, profilik, advanced argilic, skarn dan greissen.
Satu mineral dengan mineral tertentu seringkali dijumpai bersama (asosiasi mineral), walaupun memiliki tingkat stabilitas pembentukan yang berlainan, sebagai teladan yaitu klorit sering berasosiasi dengan piroksin atau biotit. Area yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral yang datang dapat disatukan sebagai sebuah zona ubahan.
Berdasarkan asumsi tersebut, Lowel dan Guilbert (1970) dalam Corbett dan Leach (1993), menciptakan versi alterasi – mineralisasi pada endapan bijih porfiri, memakai ungkapan zona filik, untuk himpunan mineral Kuarsa + Serisit + Pirit + Klorit + Rutil + Kalkopirit; disamping juga memakai isitilah zona potasik, zona argilik, dan zona propilik.
Baca juga: Proses Pembentukan Emas
Menurut Hedenquist dan Lindquist (1985) dalam Pirajno (1992) zona ubahan pada metode epitermal sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH mendekati netral) biasanya juga menunjukkan zona ubahan mirip pada metode porfiri, tetapi menambahkan isitilah propilitik dalam (inner propylitic), untuk zona pada bagian yang bertemperatur tinggi (> 300 C), yang dicirikan oleh kehadiran epidot, aktinolit, klorit dan illit.
Sedangkan untuk metode epitermal sulfidasi tinggi (fluida kaya asam – sulfat), disertakan istilah advanced argillic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral pirofilit + diaspor + andalusit + enargit + kuarsa + turmalin – luzonit (temperatur tinggi 250 – 350 C), atau kumpulan mineral kaolinit + alunit + kalsedon + kuarsa + pirit (temperatur rendah < 180 C).
Steven and Ratté (1960) dalam Hedenquist et al, (2000) mengilustrasikan zona alterasi ke arah luar dari inti silisik yang bertekstur vuggy-quartz tersebut (lihat gambar).
![]() |
Gambar Penampang tipikal badan bijih High Sulfidation yang memperlihatkan zona inti silisik (Stoffregen, 1987; Steven and Ratté, 1960; White, 1991; dalam Hedenquist et al., 2000). |
Inti silisik merupakan host utama bijih HS, meskipun zona advanced argillic juga dapat mengandung bijih, utamanya jikalau pirofilit mendominasi zona silisiknya. Terlihat juga bahwa bab dari advanced argillic (kuarsa-alunit) mampu terkandung di dalam inti silisik, yang terjadi sebab kombinasi permeabilitas akhir adanya zona-zona tertentu yang tidak tercuci secara sempurna.
Lowell dan Guilbert (1970) dalam Corbett dan Leach (1993), membuat model alterasi – mineralisasi juga pada endapan bijih porfiri, menambahkan isitilah zona filik, untuk himpunan mineral Kuarsa + Serisit + Pirit + Klorit + Rutil + Kalkopirit. Sedangkan Meyer dan Hemley (1967) dalam Guilbert and Park (1986) membagi zona alterasi menjadi 6 bab adalah Propylitic, Phyllic (sericitic), Argillic, Advanced Argillic, Greissen dan Skarn.
Sumber https://www.geologinesia.com/
EmoticonEmoticon