Sejatinya orang Indonesia itu berkarakter suka berbagi. Berbagi dalam banyak hal utamanya membuatkan dalam suka cita, dari mulai hal kecil seperti mengembangkan makanan dengan sobat, saudara, tetangga bahkan dengan orang yang tidak kenal sekalipun. Tak heran kalau kita mau makan atau minum selalu menawarkan mengajak makan pada sobat atau bahkan pada orang yang tidak diketahui sekalipun yang duduk berdekatan, meskipun mungkin cuma berbasa-kedaluwarsa.
Pun demikian menyebarkan informasi dan pengalaman dalam sosial media tidak lepas dari abjad dasar orang Indonesia. Berbagi dan sharing dalam hal apapun dengan adanya sosial media, seolah menyuburkan tradisi dan huruf membuatkan orang Indonesia. Tak heran kalau pengguna sosial media di Indonesia selalu nomor satu dan bahkan nyaris semua sosial media populer yang ada di dunia digunakan oleh orang Indonesia. Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, Path, Kwai Go, Vidio, Linkedin, Whatsapp, Line, BBM, Wechat dan sosial media lainnya di-install dalam dawai berilmu orang Indonesia.
![]() |
Gagan Gandara bareng penggiat sosial media dan blogger Yogyakarta mempraktekan menyebarkan video menggunakan aplikasi Kwai. Foto : faebook Gagan Gandara. |
Berbeda dengan abjad negara-negara lain yang kesenangan berbaginya tidak mengakar seperti di Indonesia.
Tak heran jika mungkin yang berkerja di perusahaan multinasional, sobat kerja dari negara lain, jika mereka bawa kuliner atau mau makan tidak pernah basa bau ngajak dan nawarin kuliner. Karakter suka menyebarkan begitu kuatnya mengakar pada orang Indonesia, berbeda dengan bangsa bangsa lain yang secara bawah sadar condong fokus pada dirinya sendiri.
Karakter bersosial media orang Indonesia tentu saja dipengaruhi oleh karakter dasar tadi, yang suka menyebarkan dalam segala hal.
Karakter ini yang kini menjadi sumber dilema apabila dipakai dengan tidak benar dan dimanfaatkan oleh orang-orang opportunist demi keuntungan sesaat dan bahkan dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggungjawab untuk mencapai tujuannya.
Berbeda dengan orang Korea dan atau negara lain pada umumnya, dalam bersosial media mereka sangat waspada untuk mengembangkan konten (content sharing). Mereka cenderung untuk mengkritisi dengan menggali lebih dalam tentang sebuah hal yang diposting di sosial media. Di lain pihak mereka akan sungguh menghargai privasi orang lain, sehingga walaupun secara sosial postingan konten sudah masuk domain publik, mereka tidak akan gegabah untuk membagikan dan sharing artikel orang lain. Mereka akan lebih bahagia untuk melakukan komen yang berbobot (kontekstual dan berdasar) dan menggali informasi sebanyak banyaknya dari pihak yang melakukan posting.
Maka tak heran comment rate mereka dalam bersosialmedia jauh lebih tinggi dan berbobot ketimbang di kita. Di kita malah sebaliknya sharing rate yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan comment rate, dengan aksara komen yang condong bersifat ringan, tidak mendalam atau bahkan dalam bahasa kini selaku negative comment, banyabicara dan bahkan mungkin bullying.
Sangat penting bagi kita orang Indonesia pengguna sosial media untuk sadar akan hal ini, sehingga dapat mempertahankan social media environment yang membangun dan mencerdaskan satu sama lain, seyogyanya huruf suka mengembangkan di sosial media menjadi lebih besar lengan berkuasa aktual untuk menciptakan social media environment yang beradab, aman, mencerahkan dan bermanfaat dalam membuatkan kebaikan dan info yang benar.
Budaya sharing seyogyanya tetap dijaga dengan lebih berhati-hati untuk tidak asal-asalan share info dari pihak ketiga tanpa melakukan pengecekan kebenaran akan informasi tersebut.
Setuju dengan Professor Muhammad Firdaus IPB, selayaknya kita mesti selalu menyebarkan Sceptical Critism akan sesuatu berita yang kita peroleh bahkan utk isu kasatmata sekalipun, sebelum kita share di sosial media.
Bogor, 11 Maret 2018.
![]() |
Gagan Gandara, Country Manager Kwai Indonesia. Foto : facebook Gagan Gandara. |
Sumber https://ghost-ships.blogspot.com
EmoticonEmoticon