![]() |
Adnan Buyung Nasution. Foto : Okezone. |
Indonesia berduka. Salah satu putra terbaik di bidang aturan, Adnan Buyung Nasution, mengembuskan napas terakhir pada hari ini, Rabu 23 September 2015, sekira pukul 10.15 WIB, sehabis beberapa hari dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan.
Tidak ada yang tahu nama asli pria kelahiran Jakarta 20 Juli 1934 itu adalah Adnan Bahrum Nasution. Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden kurun 2007–2009 ini mendapat nama “Buyung” sebab sering dipanggil seperti itu oleh teman-teman dan kerabatnya.
Adnan Buyung Nasution diketahui sebagai seorang yang tangguh sejak kecil. Usia 12 tahun, dia hidup bersama adiknya menjual barang loakan di Pasar Kranggan, Yogyakarta. Di daerah itu juga, ibu Buyung berdagang es cendol. Sementara ayahnya bergerilya melawan Belanda pada 1947 hingga 1948. Kegigihan Buyung merupakan turunan sifat ayahnya. Tidak heran kalau Buyung populer selaku sosok advokat dan kegiatan ahli.
Adnan Buyung tercatat pernah menjadi mahasiswa Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun satu tahun lalu, dia pindah ke Fakultas Gabung Hukum, Ekonomi, dan Sosial Politik di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta sampai kesannya berlabuh di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan Universitas Indonesia (UI).
Setelah lulus dari UI, pria yang juga pernah menempuh sekolah di Studi Hukum Internasional Universitas Melbourne, Australia, ini memulai karier di jalur hukum selaku jaksa di Kejaksaan Negeri spesial Jakarta pada 1957.
Adnan Buyung tercatat sebagai sosok pendiri dan Ketua Gerakan Pelaksana Ampera serta anggota Komando Aksi Penggayangan Gestapu. Adnan Buyung juga sempat menerima skorsing selama 1,5 tahun alasannya ikut berdemonstrasi dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan dituduh selaku antirevolusi. Adnan Buyung juga sempat terdaftar selaku anggota DPRS/MPRS masa 1966–1968.
Melihat sepak terjang Adnan Buyung, tidak mampu dilepaskan dengan pemikiran dirinya untuk mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Ketua DPP Peradin era 1977 ini mendirikan LBH pada 1970. Keputusan pendirian LBH ini tidak lepas dari pengalaman Adnan Buyung sebagai Jaksa yang kerap menyaksikan penduduk kecil, terutama di tempat terpencil, buta aturan sehingga kadang kala banyak menjadi korban kriminalisasi. Dari situlah ia tergugah untuk membela rakyat kecil. Bukan untuk melawan aturan, tetapi menempatkan hukum sesuai tempatnya.
Adnan Buyung memperlakukan LBH mirip seorang anak kecil sehingga kadang terkesan terlalu posesif. Dia rela mendedikasikan seluruh waktu, tenaga, bahkan hidupnya demi LBH.
"Bagaimana kita mau menegakkan aturan dan keadilan jikalau posisinya tidak sepadan. Di situ saya berpikir mesti ada orang yang membela mereka," katanya, sementara waktu lalu.
Selamat jalan Adnan Bahrum Nasution.
Sumber https://ghost-ships.blogspot.com
EmoticonEmoticon