Sabtu, 26 Desember 2020

Radiolaria, Si Kecil Penyebab Persoalan Besar Pada Tektonik Bantimala

Radiolaria ialah plankton atau makhluk renik (bisa hewan, bisa juga tanaman) yang hidup di air. Radiolaria adalah plankton yang disebut immotile atau tidak mampu bergerak sendiri, mereka berpindah kesana-kemari tergantung arus air yang membawanya. Radiolaria biasanya berukuran antara 50-100 µm (kisaran sehelai rambut insan) dan diketahui sudah menjelajah lautan semenjak 530 juta tahun yang kemudian (zaman Kambrium).

Akibat rentang waktu yang sungguh lama tersebut, radiolaria telah berevolusi dengan berbagai performa yang fantastis. Dengan menumpang di lantai samudera, radiolaria mengarungi pecahan Bumi hingga terdampar di tepian benua.

Fosil radiolaria dikenal selaku penunjuk untuk mengenali lingkungan pengendapan bahari dalam. Hal tersebut bukan memiliki arti radiolaria hidup di bahari dalam, tetapi cangkang radiolaria yang telah mati jatuh hingga ke dasar samudera.

Sesuai dengan judul postingan diatas, anda mungkin akan bertanya apa keterkaitannya radiolaria dengan tektonik bantimala?? dan mengapa sampai radiolaria yang notabennya sebagai makhluk renik mampu membawa perdebatan sengit dikalangan para mahir geologi tentang tektonik bantimala??. Jawabannya cuma 1, Radiolaria yang merupakan penyusun utama batuan rijang di bantimala (Rijang Radiolaria Bantimala) mengaburkan iman model stratigrafi lempeng samudera yang selama ini dianut oleh pakar-pakar geologi diseluruh dunia.

Mengacu terhadap teori tektonik lempeng sebaiknya rijang radiolaria menumpang di atas lava bantal, atau bila lava bantalnya tidak tersingkap, maka rijang ini umumnya menumpang di atas batuan ofiolit yang lain (seperti peridotit, gabro, atau diabas). Mengapa mampu begitu?, alasannya adalah begitulah susunan batuan lempeng samudera, dibagian atas akan ada rijang radiolaria, yang biasanya berteman dengan batuan endapan laut dalam (mirip serpih silikaan atau batugamping merah), yang duduk di atas kerak dan mantel bab atas di bawah samudera.

Kerak dan mantel bagian atas mempunyai susunan berturut-turut dari atas ke bawah adalah selaku berikut: lava basal membantal, retas intrusif diabas/dolerit, gabro berlapis, gabro kumulatif, dan paling bawah peridotit. Susunan seperti inilah yang umum disebut dengan OPS (Oceanic Plate Stratigraphy). Susunan OPS pastinya tidak harus selengkap itu, tetapi pastinya urutan stratigrafinya dibagian atas semestinya dihuni oleh rijang radiolaria dan paling bawah dihuni oleh peridotit.

Lalu bagaimana dengan di Bantimala?, kita pahami bareng bahwa stratigrafi bantimala disusun atas batuan-batuan yang berturut-turut umurnya ialah sebagai berikut: batu pasir Jurassic Paremba, peridotit terserpentinisasi, ekologit dan sekis biru, breksi sekis, rijang radiolaria yang berselingan dengan watu pasir asal benua. Kaprikornus disini tidak didapatkan rijang radiolaria masif yang duduk di atas lava bantal.

Radiolaria merupakan plankton atau makhluk renik  Radiolaria, Si Kecil Penyebab Masalah Besar Pada Tektonik Bantimala
Radiolaria dan fitur tektonik Bantimala.
Di Bantimala, rijang radiolaria terlihat berselingan dengan batupasir asal tepi benua, dan di dalam batupasir tersebut terdapat pula rombakan-rombakan batuan metamorf (khususnya sekis mika). Bagaimana mungkin rijang yang lingkungan pengendapannya di bahari dalam bisa terbentuk secara berlapis-lapis dengan perselingan batupasir yang relatif berbutir bergairah (penciri lingkungan bahari menengah-dangkal)??. Melalui tulisan ini menjajal menawarkan opini yang dirangkum dari aneka macam sumber, benar atau tidaknya tergantung anda yang menilainya. Diharapkan dengan lebih banyaknya inovasi fitur tektonik yang tersingkap di Bantimala akan lebih memberikan titik terang. Mari kita mulai !!.

Menurut teori tektonik lempeng, lempeng benua dan lempeng samudera yakni kulit-kulit Bumi yang bersifat mobile, saling bergerak relatif satu kepada lainnya. Lempeng samudera berperan layaknya "conveyor" yang menjinjing rijang di atasnya dan bergerak menuju benua. Dalam perjalannya, umumnya ada penumpang gres yakni partikel yang membentuk lapisan batulumpur (mudstone).

Kehadiran batulumpur di atas lapisan rijang sebagai menunjukan sesaat lagi mereka akan sampai di tepi benua. Di atas batulumpur lazimnya hinggap lapisan batupasir yang materi-bahannya berasal dari tepi benua. Akan namun, dikala terjadi pertemuan lempeng samudera dan lempeng benua akan mengakibatkan terjadi kekacauan sebab menciptakan dua kalangan batuan, yakni batuan dari lempeng samudera dan lempeng benua yang saling mendorong dan berebut untuk saling bersentuhan. Akibat perebutan tersebut terjadilah campur-aduk berbagai macam batuan sehingga terbentuklah apa yang dinamakan batuan bancuh (mélange) yang membingungkan kita, batuan mana berasal dari mana dan dari zaman yang mana.

Tidak ditemukannya rijang radiolaria masif di Bantimala yang duduk diatas lava bantal ataupun batuan kerak samudera mengindikasikan bahwa rijang yang ada di bantimala bukan merupakan rijang yang harusnya berada pada seri OPS, tetapi terbentuk sehabis terjadinya konferensi antara lempeng samudera dan benua tadi. Hal ini dibuktikan dengan adanya batupasir Jurassic Paremba yang telah bukan ialah batuan pembentuk kerak samudera tetapi mampu berada di lapisan paling bawah pada tatanan stratigrafi Bantimala.

Ditemukannya batuan peridotit dan batuan metamorf (eklogit dan sekis biru) dengan protolith asal kerak samudera diatas batupasir Jurassic Paremba tersebut bahwasanya cuma mengindikasikan ciri kompleks batuan bancuh. Ini mempunyai arti bahwa ada 1 (satu) insiden tektonik lagi yang mengalih tempatkan batuan bancuh sampai mampu berada diatas batupasir Jurassic Paremba. Pengalih tempatan ini kemungkinan besar sampai ke bagian atas tepian benua yang ditendai dengan adanya perselingan rijang radiolaria dengan batupasir yang berbutir garang.

Batu pasir yang relatif berbutir bernafsu mengindikasikan lingkungan yang relatif menengah-dangkal. Pertanyaan lain yang hendak muncul ialah bagaimana mampu radiolaria yang ialah penunjuk lingkungan laut dalam mampu berada di laut menengah-dangkal?, bagaimana dengan teori Carbonate Compensation Depth (CCD) yang menyebutkan bahwa pada kedalaman antara 3000 hingga 4000 m terjadi laju pelarutan partikel materi karbonat yang lebih singkat daripada laju pengendapannya??.

CCD menjelaskann bahwa laju pelarutan karbonat akan lebih tinggi di laut dalam dibanding di maritim dangkal alasannya tingkat tingkat fokus CO2 di maritim dalam jauh lebih besar. Kita pahami bahwa CO2 mampu mengurai karbonat yang merupakan penyusun badan dari radiolaria. Makara adakah kemungkinan terjadinya peningkatan konsentrasi CO2 di lingkungan maritim bantimala (baik di bahari dalam-dangkal) pada kurun sesudah pengalihtempatan batuan bancuh??. Disinilah tantangan para mahir untuk membuktikannya. Akhir kata, selamat terhadap Radiolaria, si kecil yang menciptakan masalah besar. Salam.

Referensi: 1) Tulisan Awang H. Satyana (2014) "Rijang Radiolaria Bantimala", 2) Tulisan Munasri (Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI) "Plankton Radiolaria", 3) tatanan Tektonik Bantimala dari aneka macam sumber.
Sumber https://www.geologinesia.com/


EmoticonEmoticon