Senin, 07 Desember 2020

Rancangan Batubara Selaku Pembentuk Hidrokarbon

Batubara merupakan batuan sedimen yang didominasi oleh material organik. Hidrokarbon berupa minyak atau gas dapat terbentuk selama proses pembatubaraan dan berasal dari material organik yang mengalami pergeseran alasannya adalah menerima dampak biokimia maupun geokimia. Secara lazim, proses pembatubaraan lebih condong menghasilkan gas dibandingkan dengan minyak (Levine, 1993).

Material organik dalam batubara disebut maseral. Berdasarkan asal dan karakteristiknya, maseral dikelompokan ke dalam 3 grup utama ialah vitrinit, liptinit, dan inertinit (lihat tabel di bawah). Berbagai tipe maseral mempunyai karakteristik yang berlainan dalam menciptakan, menyimpan, dan juga mengalirkan hidrokarbon (Pashin, 2008).

Batubara merupakan batuan sedimen yang didominasi oleh material organik Konsep Batubara Sebagai Pembentuk Hidrokarbon
Tabel jenis maseral dalam batubara dan asal material organik pembentuknya (dikompilasi dari ICCP 1998 dan Flores, 2013)

Grup maseral utama mampu dianalogikan kedalam kerogen ialah material organik yang ialah cikal bakal hidrokarbon (Pashin, 2014). Berdasarkan komposisi kimia dan proporsi karbon, hidrogen, dan oksigen, maseral batubara dan kerogen dikelompokan menjadi 4 tipe (Krevelen, 1993); Tissot & Welte, 1978) (lihat gambar).

Batubara merupakan batuan sedimen yang didominasi oleh material organik Konsep Batubara Sebagai Pembentuk Hidrokarbon
Gambar diagram Van Krevelen, menunjukkan tipe kerogen dan maseral pembentuknya dalam keterkaitannya dengan rasio atom H/C dan O/C (dimodifikasi dari Krevelen, 1993 dan Tissot & Welte, 1978).

Kerogen Tipe I kaya akan hidrogen dan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menciptakan minyak. Alginit yang tergolong kalangan maseral liptinit dan terbentuk dari alga merupakan ciri khas maseral tipe I. Kerogen tipe II memiliki rasio hidrogen-karbon yang lebih rendah dari tipe I. Hampir seluruh maseral dari grup liptinit masuk ke dalam kerogen tipe II. Tipe II kerogen juga memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menciptakan minyak walaupun tidak sebanyak tipe I.

Kerogen Tipe III tersusun dari maseral vitrinit. Tipe III mempunyai rasio hidrogen-karbon yang lebih rendah dan rasio oksigen-karbon yang lebih besar ketimbang tipe I. Pada kerogen tipe III, rasio oksigen-karbon kebanyakan menurun dengan meningkatnya rank batubara dari lignit ke antrasit. Kerogen tipe III didominasi oleh maseral vitrinit yang mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan gas dan juga memiliki kapasitas simpan gas yang besar (Mastalerz, drr., 2004). Oleh alasannya adalah itu, kerogen tipe III juga memiliki kecenderungan untuk menghasilkan gas ketimbang minyak.

Maseral intertinit ialah maseral penyusun Kerogen Tipe IV. Tipe ini memiliki rasio hidrogen-karbon dan oksigen-karbon yang lebih rendah daripada ketiga tipe kerogen lainnya. Kerogen tipe IV memiliki porositas dan juga internal surface are dengan kesanggupan menyimpan volume gas dalam jumlah yang signifikan (Crosdale, drr., 1998).

Penelitian memberikan bahwa aneka macam jenis maseral memiliki energi aktivasi yang berlainan-beda. Sebagai teladan, maseral resinit dan suberinit dari grup liptinit mempunyai energi aktivasi yang paling rendah (167 kj/mol), sedangkan alginit yang paling tinggi (280 kj/mol) (Lu, 1996; Lu, drr., 1997). Energi aktivasi yang rendah menjadikan maseral resinit dan suberinit mampu membentuk hidrokarbon berbentukminyak immature pada fase permulaan proses pembatubaraan sedangkan maseral yang lain baru mampu menghasilkan hidrokarbon pada tingkat pembatubaraan yang lebih tinggi.

Secara umum batubara memiliki energi aktivasi yang rendah, rata-rata kurang dari 380 kj/mol. Rendahnya energi aktivasi tersebut menunjukkan bahwa pembentukan hidrokarbon pada batubara berjalan pada suhu rendah (Lu, 1996; Lu, drr., 1997). Secara genesa, batubara terbagi menjadi batubara humic dan batubara sapropelic. Batubara humic terbentuk dari tumbuhan-tumbuhan tinggi sedangkan batubara sapropelic berasal dari residu tumbuhan-tanaman rendah seperti alga.

Batubara humic ialah batubara yang paling banyak terdapat di dunia. Jenis batubara ini sebagian besar terbentuk dari tumbuhan darat yang ditopang oleh struktur kayu lignoselulosa. Dalam keadaan reduksi lemah, lignoselulosa akan membentuk maseral vitrinit sedangkan jika teroksidasi akan membentuk maseral inertinit (Zou, 2013).

Beberapa komponen stabil dari tanaman tinggi seperti spora, kutin, dan resin terbentuk dari protein yang kaya akan hidrogen. Komponen tersebut membentuk maseral liptinit, sehingga maseral liptinit juga memiliki sifat stabil (Zou, 2013). Maseral vitrinit, inertinit, dan liptinit dalam proporsi yang berlainan-beda bergabung membentuk batubara humic.

Seperti yang telah diterangkan di atas, maseral liptinit memiliki kecenderungan lebih gampang untuk membentuk minyak (oil prone) dibandingkan dengan gas (gas prone). Dengan kata lain batubara sapropelic dengan kandungan maseral liptinit yang tinggi (Kerogen Tipe II dan III) dapat membentuk minyak. Sedangkan batubara humic dengan kandungan maseral vitrinit dan inertinit yang tinggi lebih condong membentuk Kerogen Tipe III yang lebih mudah untuk membentuk gas dibandingkan dengan minyak. Penjelasan lebih lengkap tentang kesempatanbatubara dalam menghasilkan hidrokarbon mampu ditemukan pada goresan pena Levine (1997).
Sumber https://www.geologinesia.com/


EmoticonEmoticon