Penambangan emas di Indonesia telah dimulai sejak lebih dari seribu tahun lalu dengan kehadiran imigran dari Cina yang menambang emas di beberapa wilayah, dilanjutkan pada Jaman Hindu, pendudukan Belanda dan Jepang. Selama zaman kolonial Belanda (1600-1942) pertumbuhan penambangan emas sungguh terbatas. Beberapa cadangan bijih emas yang didapatkan pada masa ini di daerah Lebong, ialah Lebong Donok dan Lebong Tandai, Provinsi Bengkulu. Penemuan cebakan emas lainnya adalah di daerah Banten Selatan yang diketahui sebagai tambang emas Cikotok milik PT Aneka Tambang. Disamping itu pula terdapat inovasi-penemuan cebakan emas lainnya dalam jumlah yang relatif kecil.
Pada tahun 1939, buatan logam emas total tercatat sebesar 2,5 ton, yang setengahnya berasal dari Lebong Tandai. Selama Perang Dunia II, semua tambang emas tersebut ditutup dan sesudah perang hanya beberapa tambang yang dibuka kembali tergolong Tambang Emas Cikotok. Produksi emas sejak berakhirnya Perang Dunia II hingga pertengahan tahun 1980-an tidak memperlihatkan peningkatan yang memiliki arti. Produksi total yang tercatat pada tahun 1985 berjumlah sekitar 2,6 ton, dengan lebih dari 90% dari jumlah tersebut merupakan produk sampingan konsentrat tembaga yang dihasilkan PT Freeport Indonesia di Papua (dulu Irian Jaya), sedangkan sisanya berasal dari bikinan PT Aneka Tambang di Cikotok.
Di Pulau Sumatera, emas telah lama diusahakan oleh rakyat. Kegiatan penambangan emas terbaru ditandai dengan dibukanya tambang Lebong Donok, Bengkulu pada tahun 1899. Jenis cebakan yang dijalankan ialah cebakan emas primer. Usaha itu disusul oleh pembukaan tambang-tambang lain seperti Simau (1910), Salida (1914), Lebong Simpang (1921) dan Tambang Sawah (1923). Tambang Mangani di Sumatera Barat mulai berproduksi pada tahun 1913, tambang yang diusahakan oleh perusahaan Equator ini bertahan sampai tahun 1931, kemudian beralih kepemilikan dan dibuka kembali pada tahun 1939 oleh Marsman's Algemeen Exploratie Maatschappij atau lebih diketahui MAEM.
Data produksi emas 1996-2011 dan foto sejarah penemuannya di Indonesia. |
Tambang-tambang lain yang dibuka setelah abad 1930-an ialah tempat Belimbing, Gunung Arum pada tahun 1935 dan dikontrol olehh perusahaan Barisan, daerah Bulangsi dikelola oleh Sumatra Goldmijn Ltd dan Muara Sipongi pada 1936. Selain menambang bijih emas primer, MAEM juga mengusahakan emas yang berasal dari endapan aluvial (sekunder) di Meulaboh Aceh yang dibuka pada tahun 1941 dan berjalan sampai pecahnya Perang Dunia II. Tambang emas aluvial lain terdapat di Logas Riau dan diusahakan oleh perusahaan Bengkalis.
Di Kalimantan Barat, orang-orang Cina sejak dahulu sudah melakukan penambangan emas, akan namun kesannya kurang memadai dibandingkan dengan hasil tambang emas di Sumatera. Tambang-tambang emas yang meningkat ialah tambang-tambang berskala kecil yang diusahakan oleh rakyat. Hal yang serupa juga berjalan di Sulawesi Utara.
Cebakan bijih emas primer yang ditemukan di daerah Cikotok mulai diproduksi pada 1940 dan diusahakan oleh perusahaan Zuid Bantam (Anonim, 1998). Pembangunan tambang emas Cikotok dilaksanakan oleh N.V Mynbouw Maatschappy Zuid Bantam (NV.MMZB) pada tahun 1936 hingga 1939, pada dikala itu pabrik di Pasirgombong untuk pertama kalinya berproduksi. Cadangan bijih emas pada waktu itu yaitu sebesar 569.041 ton dengan kadar Au 8,4 g/ton dan Ag 481 g/ton. Tambang emas Cikotok dan Cikondang dan sejumlah tambang emas di Sumatera (Simau, Lebong, Simpang, Mangani, Logas, dan Meulaboh) serta tambang emas di Sulawesi Utara (Tapaibekin) tetap berlangsung meskipun pecah Perang Dunia II.
Di zaman Jepang, tambang-tambang tersebut tetap beroperasi dan diatur oleh perusahan Jepang berjulukan Mitsui Kosha Kabunshiki Kaisha dengan tujuan terutama mengambil timah hitam dari tambang Cirotan untuk keperluan militer. Antara tahun 1945-1948, yang ialah tahun usaha kemerdekaan, tambang emas Cikotok dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia dibawah pengawasan Jawatan Pertambangan Pusat Republik Indonesia.
Selama kala agresi militer Belanda ke-2 pada tanggal 23 Desember 1948, Tambang Cikotok kembali dikuasai oleh Belanda sampai pengukuhan kedaulatan pada simpulan tahun 1949. Sementara itu NV.MMZB sudah kembali untuk meneruskan bisnisnya, namun tambang dan pabrik mengalami kerusakan berat selama pendudukan Jepang dan selama tahun-tahun revolusi selanjutnya. Setelah mengenali bahwa untuk merehabilitasi dan membangun kembali tambang tersebut membutuhkan ongkos besar sekali, maka perusahaan tadi menetapkan untuk menjual tambang tersebut terhadap NV Perusahaan Pembangunan Pertambangan (NV.PPP).
NV Perusahaan Pembangunan Pertambangan kemudian melaksanakan rehabilitasi tambang pada tahun 1954 dan mulai berproduksi pada tahun 1957. Pengelola terakhir tambang ini yaitu Unit Pertambangan Emas Cikotok, tetapi dengan makin menipisnya cadangan sehingga tidak hemat untuk di eksploitasi maka pada selesai tahun 1994 produksinya tidak boleh dan pada Januari 1995 statusnya berkembang menjadi Proyek Eksplorasi dan Pengembangan Emas dan Perak Cikotok yang dikelola oleh PT Aneka Tambang.
Umumnya dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1970-an perjuangan pertambangan emas hanya melaksanakan atau merehabilitasi sisa perusahaan tembang emas sebelum perang dunia ke-2. Kegiatan penelusuran emas pada waktu itu belum maksimal alasannya adalah undang-undang/peraturan, kebijakan pemerintah perihal emas, harga dan lain-lain kurang mendukung pembukaan tambang emas baru.
Tambang emas sebelum perang dunia ke-2 yang direhabilitasi kembali oleh NV PPP anak perusahaan Bank Industri Negara adalah Tambang Cikotok dan Logas di Riau. Beberapa bekas tambang sebelum perang diusahakan oleh rakyat dalam bentuk pertambangan rakyat, mirip di Bengkulu, Kalimantan, dan Sulawesi Utara. Minat swasta gres meningkat sesudah tahun 1970-an dengan membaiknya harga emas antara tahun 1974-1975. Hampir semua kawasan yang mengandung peluangemas, Kuasa Pertambangan-nya (KP) telah dipegang oleh swasta nasional atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dari 369 KP Eksplorasi yang tercatat di tahun 1980, terdapat 56 KP Eksplorasi emas yang terdiri atas 22 KP dimiliki oleh BUMN dan 34 KP dimiliki oleh swasta nasional. Sedangkan KP Eksplorasi waktu itu baru berjumlah 2 buah yang dimiliki PT Aneka Tambang. Tahun 1982 terdapat 8 KP Eksploitasi, diantaranya 3 KP milik swasta nasional dan sisanya milik BUMN. Umumnya KP emas yang ditangani Swasta Nasional berjalan kurang tanpa hambatan kerena kekurangan modal, ketrampilan, dan teknologi. Penemuan mineral emas yang penting di Indonesia antara tahun 1967 sampai 2005 terekam dalam tabel di bawah ini.
Penemuan emas di Indonesia antara tahun 1967-2005. |
Hasil kegiatan eksplorasi yang dijalankan pada kala 1980-an, pada saat ini sebagian perusahaan tambang emas masih berproduksi tetapi beberapa telah ditutup alasannya adalah cadangan bijihnya telah habis. Pada tahun 1990 bikinan emas dan perak dihasilkan oleh PT Aneka Tambang, PT Lusang Mining, PT Ampalit Mas Perdana, PT Monterado Mas Mining, PT Aratutut, PT Bakri Hadis Perdana, PT Tambang Timah Perkasa, dan tambang rakyat.
Selain dari perusahaan-perusahaan tersebut, emas dan perak juga dihasilkan sebagai produk samping dalam konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia (PT FI) dan mulai tahun 2000, PT Newmont Nusa Tenggara juga menghasilkan emas dan perak yang terkandung dalam konsentrat tembaga yang diolahnya. Hingga saat ini, Indonesia ialah salah satu negara yang memiliki cadangan emas paling besar di dunia, dengan buatan optimal emas di Indonesia pada tahun-tahun tertentu.
Sumber Data dan Foto:
Data Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Koleksi Foto Pusat Sumberdaya Geologi. Sumber https://www.geologinesia.com/
EmoticonEmoticon