Sabtu, 20 Maret 2021

Endapan Nikel Laterit Sorowako, Bahodopi, Dan Pomalaa

Adalah suatu pertanyaan bahwa mengapa nikel laterit banyak terbentuk di wilayah Sulawesi Endapan Nikel Laterit Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa
Adalah sebuah pertanyaan bahwa mengapa nikel laterit banyak terbentuk di kawasan Sulawesi, terutama di tempat Sorowako (Sulawesi Selatan), Bahodopi (Sulawesi Tengah) dan Pomalaa (Sulawesi Tenggara), mengapa tidak di kawasan yang lain?. Bagi pada umumnya orang, pertanyaan mirip ini sangatlah mempesona, bahkan buat para ahli geologi dan pertambangan yang banyak berkecimpung dalam bidang eksploitasi maupun eksplorasi mineral dimana fakta ini cukup menantang untuk dikaji. Beberapa hebat geologi yang populer sudah menunjukkan kajian-kajian yang cukup penting untuk lebih mengerti ihwal fenomena ini, diantaranya yakni Paul Golightly dan Waheed Ahmad.

Artikel ini menjajal mengupas sedikit wacana beberapa hal seperti pengertian nikel laterit, geologi dan proses pembentukannya dengan mengutip dari beberapa pendapat hebat geologi sebelumnya. Artikel ini juga akan mengupas sedikit wacana prospek eksistensi endapan nikel laterit di Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa.

Pengertian Nikel Laterit

Istilah “laterite” atau laterit berasal dari bahasa Latin “later” yang bermakna bata. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Buchanan Hamilton pada tahun 1807 untuk bongkahan-bongkahan tanah (earthy iron crust) yang sudah dipotong menjadi bata (bricks) untuk bangunan dari orang Malabar – South Central India. Masyarakat Malabar mengenali material ini dalam bahasa mereka sebagai “brickstone” atau batu bata (dikutip dari Waheed Ahmad, 2006).

Sekarang ini, istilah “laterite” dipakai untuk pemahaman residu tanah yang kaya akan senyawa oksida besi (sesquioxsides of iron) yang terbentuk dari balasan pelapukan kimia dengan keadaan air tanah tertentu. Untuk residu tanah yang kaya dengan oksida alumina (hydrated aluminium oxides) dinamakan "bauxite" atau bauksit.

Jadi secara biasa mampu diketahui bahwa batuan-batuan mafik yang mana mengandung lebih banyak Fe dibandingkan dengan Al cenderung akan membentuk laterit sedangkan batuan-batuan granitik dan argillik sebaliknya cendrung akan membentuk endapan bauksit karena kandungan Al lebih banyak dari Fe-nya.

Secara lazim, nikel laterit diartikan selaku suatu endapan bijih nikel yang terbentuk dari proses laterisasi pada batuan ultramafik (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung Ni dengan kadar yang tinggi, yang pada umumnya terbentuk pada tempat tropis dan sub tropis.

Kandungan Ni di batuan asal berkisar 0.28 % dapat mengalami kenaikan menjadi 1 % Ni selaku fokus sisa (residual concentration) pada zona limonit (Waheed Ahmad, 2006). Proses laterit ini selanjutnya dapat berubah menjadi proses pengayaan nikel (supergene enrichment) pada zona saprolit sehingga mampu memajukan kandungan nikel menjadi lebih besar dari 2 %.

Sebetulnya, disamping endapan nikel laterit, terdapat juga type endapan lain seperti yang dikenal dengan nama nikel sulfida yang mana terbentuk dari proses hidrothermal sehingga membentuk sebuah cebakan/ endapan nikel dalam bentuk urat-urat (veins). Salah satu teladan dari type endapan ini mampu didapatkan di tambang Sudbury-Kanada. Namun demikian, untuk konsentrasi kita saat ini hanyalah ingin mengenal lebih jauh ihwal nikel laterit itu sendiri, yang mana tersebar banyak di daerah Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa.

Faktor Pembentuk Nikel Laterit

Menurut P Golightly, endapan nikel laterit berasal dari batuan beku yang kaya akan mineral olivin seperti batuan peridotit dan dunit. Nikel ini dihasilkan dari hasil pelapukan mineral olivin atau serpentin selaku komposisi mineral utama dari batuan tersebut, atau bahkan magnetit yang mengandung nikel.

Jumlah kandungan nikel yang paling tinggi didapatkan dalam mineral olivin (Mg,Fe,Ni)2SiO4 yang mana berkisar 0.3 % nikel. Beberapa aspek yang dianggap sungguh mempengaruhi proses pembentukan endapan nikel laterit ini adalah:
  1. Kandungan dari batuan peridotite dan acuan tektoniknya
  2. Iklim
  3. Topografi
  4. Proses geomorfologi (bentuk bentangan alam)

Kesemua faktor ini berkaitan begitu kompleks dimana peranan secara individu dari masing-masing aspek sangat sukar dibedakan. Kesemuanya mampu menghipnotis bentuk profil pelapukan secara perorangan berbeda, bentuk topografi dari “ore body” pada batuan peridotitnya dan bentuk secara lazim dari residu nikel laterit tersebut.

Bentuk topografi/morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya, dimana endapan laterit masih mampu untuk ditopang oleh permukaan topografi sehingga nikel laterit tersebut tidak hilang oleh proses erosi maupun ketidakstabilan lereng. Adanya tanaman penutup yang berfungsi untuk mengurangi tingkat intensitas abrasi endapan laterit menimbulkan endapan laterit tersebut relatif tidak terusik.

Meskipun komposisi batuan asal memegang peran penting untuk menghasilkan endapan laterit, keadaan iklim yang ada dan sejarah geologi yang berkenaan dengan proses pembentukan soil alhasil memegang peranan penting dalam mengontrol komposisi akhir dari soil residu tersebut. Pelapukan dari batuan mafik pada kondisi iklim masbodoh cenderung akan membentuk endapan clay (lempung) sementara pada pelapukan yang tinggi dengan keadaan iklim panas dan lembab akan menjadikan laterit meningkat dengan baik.

Oleh sebab itu, agar laterit tersebut mampu berkembang dengan baik (berdasarkan Waheed Ahmad, 2006) maka diharapkan beberapa kondisi mirip:
  • Keberadaan batuan yang mengandung besi Relatively high temperature (to aid in chemical attack)
  • Air tanah yang bersifat agak asam (slightly acidic) untuk menolong dalam reaksi kimia
  • Curah hujan yang tinggi untuk menolong pelapukan kimia dan menetralisir unsure-bagian yang mudah larut (mobile elements)
  • Lingkungan oksidasi yang kuat (untuk mengganti Fe2+ (FeO) menjadi Fe3+ (Fe2O3)
  • Proses pengayaan (supergene enrichments) untuk menghasilkan fokus nikel dalam jumlah yang cukup tinggi
  • Bentuk topografi yang sedang untuk melindungi laterit dari proses erosi
  • Waktu yang cukup untuk semoga laterit terakumulasi untuk ketebalan yang baik

Penampang Nikel Laterit

Pembentukan penampang lapisan laterit sebagai hasil dari proses laterisasi menawarkan urutan laterit yang tertua dari atas ke bawah. Secara biasa penampang laterit mampu dikategorikan menjadi:
  • Zona limonit pada bagian atas
  • Zona saprolit pada bagian tengah
  • Zona batuan dasar (bedrock) pada bab bawah

Adalah suatu pertanyaan bahwa mengapa nikel laterit banyak terbentuk di wilayah Sulawesi Endapan Nikel Laterit Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa
Gambar 1. Bentuk sederhana penampang laterit (Waheed Ahmad, 2006).

Adalah suatu pertanyaan bahwa mengapa nikel laterit banyak terbentuk di wilayah Sulawesi Endapan Nikel Laterit Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa
Gambar 2. Hubungan nikel laterit dengan iklim dan topografi.

Menurut Golithly, endapan laterit yang berkembang baik di kawasan Sorowako mampu dibedakan atas dua klasifikasi adalah:
  1. Endapan laterit yang meningkat pada batuan dasar (bedrock) yang tidak mengalami serpentinisasi (unserpentinized) yang diketahui dengan West type
  2. Endapan laterit yang berkembang pada batuan dasar yang mengalami serpentinisasi 20% samapi 80% pada mineral olivinnya (East type).

Akibat dari perbedaan kedua keadaan lingkungan tersebut menyebabkan pekembangan bentuk penampang laterit yang berlainan pula (lihat gambar 3.).

Adalah suatu pertanyaan bahwa mengapa nikel laterit banyak terbentuk di wilayah Sulawesi Endapan Nikel Laterit Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa
Gambar 3. Tipe Nikel Sorowako East Block dan West Block.

Kondisi Geologi dan Pola Tektonik Sulawesi

Daerah Sorowako, bahodopi, Pomalaa dan sekitarnya ialah bagian mandala Sulawesi Timur yang tersusun oleh kompleks ofiolit, batuan metamorf, kompleks mélange dan batuan sediment pelagis. Kompleks ofiolit memanjang dari utara Pegunungan balantak ke arah tenggara Pegunungan Verbeek, yang disusun oleh batuan dunit, harzburgit, lerzolit, serpentinit, werlit, gabro, diabas, basalt dan diorit. Geologi regional dari pulau Sulawesi ini mampu dilihat pada gambar 4.

Adalah suatu pertanyaan bahwa mengapa nikel laterit banyak terbentuk di wilayah Sulawesi Endapan Nikel Laterit Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa
Gambar 4. Peta Geologi dan Struktur Regional Sulawesi (Kadarusman dkk, 2004).

Batuan yang ialah anggota Lajur Ofiolit Sulawesi Timur berupa batuan ultrabasa (Mtosu) yang terdapat di sekeliling danau Matano, terdiri atas dunit, harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit dan serpentinit. Jenis batuan yang menyusun daerah Sorowako dan sekitarnya ini sangat mensugesti keterdapatan dan penyebaran nikel laterit.

Batuan dasar penyusun Sorowako dan sekitarnya ini ialah batuan ultramafik yang mengandung nikel, cobal, besi, magnesium, dan silika. Jika batuan ini mengalami proses lateritisasi maka konsentrasi kadar nikel, kobal, besi, magnesium dan silika akan meningkat dalam zona laterit tertentu.

Struktur geologi banyak dijumpai pada tempat Sorowako dan sekitarnya, baik berbentuksesar, lipatan maupun kekar (Gambar 4). Secara lazim sesar yang terdapat di daerah ini berbentuksesar naik, sesar sungkup, sesar geser dan sesar turun; yang diperkirakan mulai terbentuk sejak Mesozoikum. Sesar matano dan sesar Palu Koro merupakan sesar utama yang terdapat pada tempat ini.

Kondisi Iklim

Daerah Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa juga ialah daerah yang mengalami pergantian temperature yang kontras dan bercurah hujan yang tinggi, sehingga batuan penyusunnya mudah mengalami pelapukan mekanis. Pelapukan mekanis atau disebut juga disintegrasi mampu mengubah ukuran batuan atau partikel batuan menjadi kian kecil. Perubahan ukuran batuan yang kian kecil ini mengakibatkan luas permukaan batuan yang mengalami kontak dengan biro-biro proses laterisasi menjadi kian luas sehingga jumlah laterit yang dihasilkan juga makin besar.

Keberadaaan nikel laterit di kawasan Sorowako dan sekitarnya juga sungguh dipengaruhi oleh pelapukan kimia dan sirkulasi air tanah. Semakin tinggi tingkat pelapukan kimia dan sirkulasi air tanahnya maka jumlah lateritpun akan makin besar.

Menurut Ollier, 1966, pelapukan kimia yang berhubungan dengan proses laterisasi terdiri atas pelarutan, oksidasi-reduksi, hidrasi, karbonasi, hidrolisis dan desilisikasi. Proses pelapukan kimia dan sirkulasi air tanah terutama yang bersifat asam pada batuan ultramafik, akan mengakibatkan terjadinya penguraian magnesium, nikel, besi, dan silika pada mineral olivin, piroksin, maupun serpentin yang membentuk larutan yang kaya dengan komponen-bagian tersebut (Waheed Ahmad, 2006).

Sebaran dan Konsep Ekplorasi Nikel

Pulau Sulawesi dengan kondisi geografis, iklim, topografi, geologi dan tektonik memiliki potensi sebaran nikel laterit dibeberapa daerah di lengan timur Sulawesi. Dapat dipahami bahwa keberadaan endapan ini terkait dengan beberapa faktor tersebut diatas. Pada Kenyataannya, proses pengkayaan nikel dari sampai menjadi suatu endapan yang bernilai ekonomis sangat tergantung berbagai macam kombinasi aspek yang cukup kompleks.

Oleh karena itu, pendekatan dari konsep eksplorasi endapan ini secara biasa diketahui bahwa endapan ini berasosiasi terhadap batuan-batuan ultramafik yang kaya akan mineral-mineral ferromagnesian yang mengandung nikel. Bentuk bentangan alam (morphology) dan struktur gelologi yang meningkat serta kondisi iklim ialah satu gosip yang sungguh penting untuk bagi para explorer (geologist) untuk menindak lanjuti kesempatanketerdapan endapan nikel laterit tersebut.

Dari bahasan sebelumnya, disimpulkan bahwa endapan nikel yang banyak terbentuk di tempat Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa alasannya adalah sungguh disokong oleh keadaan geologi dimana batuan penyusun tempat berisikan batuan ultramafik yang mengandung nikel.

Endapan nikel dari hasil pelapukan batuan tersebut banyak mengalami proses pengayaan karena dipengaruhi oleh beberapa aspek lain seperti cuaca dan topografi serta kondisi fisik batuan yang terpengaruh oleh adanya struktur geologi yang meningkat cukup intensif di daerah ini. Masing-masing aspek ini akan memperlihatkan donasi yang cukup signifikan dengan proporsi yang berbeda dan kompleks sehingga akan menghasilkan penampang laterit sangat beragam untuk sebuah kawasan maupun dengan daerah yang lain.

Pendekatan eksplorasi mineral yang dilaksanakan oleh para geologist dengan melaksanakan pemetaan geologi untuk mendapatkan informasi tentang keadaan batuan penyusun, bentuk topography dan struktur geologi akan menunjukkan isu awal tentang kesempatanendapan nikel laterit dari sebuah tempat yang diteliti.
Sumber https://www.geologinesia.com/


EmoticonEmoticon