Minggu, 07 Maret 2021

Jenis Dan Macam Macam Batu Mulia Berdasarkan Ilmu Geologi

Apa itu Batu Mulia?

Menurut ilmu geologi, kerikil mulia mengandung pengertian sebagai semua jenis mineral dan batuan yang mempunyai sifat fisik, kimia serta karakteristik tertentu seperti motif dan warna, yang bernilai hemat. Batu mulia lazimnya dipakai untuk perhiasan dan materi dekorasi. Istilah atau penamaan batu mulia lebih banyak didasarkan pada kelangkaan keterdapatannya.

Di indonesia batu mulia diketahui dengan nama tradisional ialah "watu akik" atau "kerikil aji". Dalam dunia perdagangan ungkapan watu mulia saat ini sudah mulai digunakan oleh masyarakat umum, baik itu selaku materi pelengkap ataupun asesoris.


Macam-macam Jenis Batu Mulia

Penamaan jenis watu mulia asalnya bermacam-macam, mulai dari nama batuan ataupun mineral, nama ilmiah, nama perdagangan, sampai kepada nama tertentu yang biasanya timbul atas dasar pendapatwarna, tekstur atau motif (pattern), kadang tergantung selera. Tetapi secara spesifik, kerikil mulia mampu digolongkan kedalam tiga jenis, yakni:
  1. Batu Permata (precious stones)
  2. Batu Setengah/semi permata (semi-precious stones)
  3. Batu Hias (ornamental stones)

Baca juga perihal: Batu Obsidian

Batu permata dan watu setengah permata biasanya dipakai selaku embel-embel, sedangkan kerikil hias untuk dekorasi atau penambah keindahan. Satu-satunya instansi pemerintah yang khusus mengatasi pencarian watu mulia yaitu unit kerikil mulia pada Direktorat Sumberdaya Mineral, Sedangkan pemanfaatan dan pembuatan dalam membentuk model dan bentuk terdapat di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Bandung, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, yang baru diresmikan pada 1986.

 batu mulia mengandung pengertian sebagai semua jenis mineral dan batuan yang mempunyai si Jenis dan Macam macam Batu Mulia Menurut Ilmu Geologi
Gambar macam-macam kerikil mulia.

Sejarah Batu Mulia

Di Indonesia, jenis kerikil mulia yang sudah lebih dahulu diketahui ialah intan yang telah ditambang atau digali oleh rakyat semenjak era VI pada kala Pemerintah Hindia Belanda melalui usaha penggalian di Kalimantan Selatan sebagai perjuangan sampingan. Sedangkan industri pengrajin batu mulia yang berada di tempat Sukabumi, Jawa Barat telah beroperasi semenjak 1930.


Kemajuan industri pengolahan watu mulia mengalami kenaikan cukup pesat, ditandai dengan tumbuhnya pengrajin di banyak sekali tempat utamanya di daerah yang berdekatan dengan lokasi sebaran kerikil mulia, yang perkembangannya dimulai semenjak permulaan tahun 1980-an. Dengan munculnya beberapa pengrajin watu mulia yang mulai nampak seperti di kawasan Sukabumi (Jawa Barat), Lampung, Kota Jambi, Pacitan (Jawa Timur), dan Martapura (Kalimantan Selatan).

Atas prakarsa Departemen Perindustrian dan Perdagangan, sampaumur ini tempat-kawasan tersebut menjadi pusat industri yang terdapat hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Untuk mampu memberikan info yang lebih terang dengan banyak sekali faktor perihal perbatumuliaan, maka pada tahun 1980 dibentuk organisasi Masyarakat Batu mulia Indonesia (MBI) yang berpusat di Bandung, Jawa Barat yang memelopori terbentuknya cabang-cabang di setiap propinsi di Indonesia.

Geologi Batu Mulia

Asal usul terbentuknya kerikil mulia tidak jauh berlainan dengan pembentukan batuan atau mineral secara biasa . Pembentukan kerikil mulia dapat terjadi lewat diferensiasi magma, metamorfosis, dan sedimentasi.

Asal Proses Diferensiasi Magma

Proses ini disebut juga sebagai proses pembentukan batuan beku, yaitu mengalirnya cairan magma ke permukaan bumi balasan terjadinya gerakan di bawah permukaan bumi yang menjadikan timbulnya retakan yang lalu diisi oleh cairan magma dan membentuk jenis batuan atau mineral termasuk batu mulia. Perbedaan temperatur dan kontak dengan batuan sekelilingnya dibarengi dengan pembekuan dalam fase yang berlawanan akan mensugesti pembentukan jenis batuan dan mineral.

Baca juga: Contoh Batuan Beku

Dari uraian di atas, diketahui bahwa proses diferensiasi magma membentuk kerikil mulia mampu dikategorikan sebagai berikut :
  1. Batu mulia bersuhu tinggi; misalnya intan, safir, ruby, peridotit, garnet, zirkon dan lain-lain
  2. Batu mulia pegmatis; misalnya zamrud, beril, krisoberil, safir, ruby, spinel, topas, turmalin, zirkon dan lain-lain
  3. Batu mulia pneumatis; misalnya turmalin, topas, feldspar dan lain-lain
  4. Batu mulia bersuhu rendah; contohnya kalsedon, agate, jasper, opal dan lain-lain.

Asal Proses Metamorfosis

Batu mulia yang terjadi alasannya proses metamorfosis diakibatkan oleh dampak suhu dan tekanan yang ditimbulkan oleh pembebanan sehingga mengganti batuan/mineral tersebut menjadi mineral dan batuan gres. Ada 3 jenis proses metamorfosis bergantung pada kondisi yang mendominasinya, yakni:
  1. Metamorfosa kontak (termal): dominan dipengaruhi oleh aspek suhu. Perubahan berlangsung jikalau panas yang ditimbulkan melalui kontak dengan batuan yang ada seperti batuan sedimen jenis kerikil kapur (murni) yang paling reaktif kepada perubahan temperatur dan akan bermetamorfosis marmer. Batuan sedimen jenis kerikil pasir kuarsa yang mengalami proses metamorfosis kontak akan menimbulkan rekristalisasi butiran, sehingga terbentuk kuarsit. Batuan yang mengandung lempung dan serpihan akan menjadi hornfels yang mendatangkan Al silikat.
  2. Metamorfosis dislokasi: terjadi pada temperatur rendah, serta dampak proses tektonik yang biasanya terdapat di sepanjang bidang patahan dan daerah-tempat lemah lainnya di dalam kerak bumi. Beberapa jenis batuan hasil metamorfosis diskolasi antara lain gneis, sekis, dan serpih. Batuan beku yang mengalami proses metamorfosis dislokasi akan menghasilkan serpentinit dan amfibol.
  3. Metasomatisme: ialah metamorfosis yang disebabkan oleh adanya efek kimia dari batuan lain di sekitarnya. Proses metasomatisme ini mensugesti hampir seluruh permukaan dalam kecil-kecilan maupun besar. Secara keseluruhan komposisi batuan dapat berganti dan kadang-kadang terjadi penggantian tepat kepada satu mineral saja tanpa kehilangan tekstur asal.

Baca juga: Contoh Batuan Metamorf

Asal Proses Sedimentasi

Batuan beku dan metamorf yang muncul di permukaan bumi akan mengalami pelapukan akhir dampak air, udara dan organisme. Hancuran batuan dan lapukannya kemudian dimuat oleh air atau media lain (es, angin, imbas gravitasi) lewat sungai yang bermuara di laut, sehingga membentuk endapan danau dan endapan laut yang diketahui dengan proses sedimentasi.

Selama proses transportasi, materi batuan mengalami goresan terus menerus hingga permukaannya menjadi lebih halus dan mensugesti bentuk serta ukuran butiran. Batuan yang lebih keras lebih minim mengalami goresan ketimbang batuan yang lunak.

Semakin jauh transportasi batuan dari tempat asalnya, kian beragam bentuk yang mampu terjadi mirip menyudut, menyudut tanggung hingga membulat kemudian terjadilah pengendapan atau sedimentasi yang merupakan endapan sekunder dan disebut batuan sedimen. Beberapa jenis watu mulia yang terbentuk dengan proses sedimentasi ini yaitu intan, safir, rubi, korundum dan beberapa macam ametis.

Mineralogi Batu Mulia

Batu mulia jenis watu permata biasanya merupakan monomineral sedangkan jenis watu hias dan kerikil hias alami pada umumnya terdiri atas aneka macam jenis batuan yang memiliki kandungan berbagai jenis mineral termasuk di dalamnya jenis batu permata dan kerikil semi permata. Memasukkan jenis mineral kedalam kalangan batu mulia selaku jenis batu permata dilihat dari pemanfaatan dan keindahannya selaku mineral perhiasan, disamping karakteristik yang lain yaitu sifat kimia-fisika, warna, dan motifnya.

Sebagai pola yakni mineral intan yang diketahui selaku batu intan atau batu permata, mempunyai tipe kelas tinggi yakni bentuk ukuran besar, tidak mengandung mineral lain sebagai pengotor, tingkat kecerahan tinggi, dan berwarna cemerlang.

Jika mineral intan atau jenis batu permata yang lain berukuran halus dan terdapat dalam bongkah batuan sehingga tidak dapat diambil untuk dimanfaatkan selaku materi yang monomineral, maka tingkat penggolongannya dimasukkan ke dalam jenis watu hias atau batu hias alami, baik melalui proses pembuatan atau tidak lewat proses pengolahan kalau dilihat komponen seninya indah.

Baca juga wacana: Batu Permata Ruby dan Safir

Untuk menentukan klasifikasi atau tingkatan batu mulia dan proses pengembangan pengolahan serta pemanfaatannya, perlu dilaksanakan analisis laboratorium yang mencakup sifat kimia dan fisikanya.

Semakin tinggi tingkat kekerasannya akan semakin mahal nilai dan harganya, sedangkan kandungan komposisi bagian dan rumusan kimia dibutuhkan selaku catatan komplemen secara keilmuan saja. Semakin tinggi nilai atau harga watu mulia, akan makin pilih-pilih alat yang digunakan dan kian tinggi kehati-hatian dalam pengerjaan bentuk dan penerapan desainnya.

Analisis batu mulia diantaranya mencakup sifat optik, kekerasan, warna, komposisi kimia, berat jenis, dan jenis perkumpulan mineral lain sebagai pengotor. Pada umumnya dikerjakan dengan analisis mikroskopis, sedangkan untuk analisis berat jenis dilakukan dengan mencelupkan kerikil mulia ke dalam larutan dengan berat jenis tertentu, mengambang atau tenggelam.

Untuk mengenali kekerasan kerikil mulia dilakukan dengan membandingkannya kepada mineral yang mempunyai kekerasan tertentu atau dengan memakai alat microhardness tester. Cara terakhir ini jarang dilakukan karena akan menggores batu mulia khususnya watu permata.

Potensi dan Cadangan Batu Mulia

Ditinjau dari segi asal terjadinya, Indonesia mempunyai peluangsebaran watu mulia yang sungguh bermacam-macam dan cukup besar, meskipun belum sampai terhadap penentuan kualitas dan kuantitasnya. Di Pulau Sumatera, batu mulia banyak ditemui di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan.

Di Pulau Jawa terdapat di sepanjang jalur bagian selatan dan beberapa daerah di bagian tengah dan utara. Wilayah Sulawesi bab barat, tengah dan tenggara, Kepulauan Maluku mulai Pulau Morotai, Ambon dan pulau-pulau kecil lainnya serta Nusa Tenggara dimulai dari Pulau Sumbawa sampai Timor diperkirakan juga mengandung sumberdaya kerikil mulia.

Pulau Kalimantan yang ialah daratan stabil, memungkinkan pembentukan watu mulia yang lebih baik dan dalam jumlah cukup besar, terutama Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Demikian pula dengan Pulau Papua yang memiliki sebaran batu mulia utamanya di tempat utara, tengah hingga selatan serta jalur Tembagapura yang diperkirakan mengandung watu mulia cukup berpeluang.

Baca juga: Daerah Penghasil Tembaga Terbesar di Indonesia

Berdasarkan hasil survei geologi, nyaris seluruh propinsi di Indonesia memiliki endapan watu mulia walaupun belum terungkap secara rinci. Dari data yang dihasilkan, gres 15 propinsi yang potensi watu mulianya sangat besar. Sebagian lagi berupa endapan batu mulia yang belum dimanfaatkan untuk dimasak ataupun diusahakan oleh masyarakatatau pengrajin setempat.

Tambang Batu Mulia

Kegiatan penambangan berbagai jenis kerikil mulia cuma dilaksanakan oleh penduduk lokal secara tradisional, kecil-kecilan, sederhana dan adakala bersifat usaha sampingan/sambilan. Hampir atau bahkan tidak ada sama sekali aktivitas penambangan batu mulia berukuran besar, menggunakan peralatan mekanis, dan ditekuni selaku usaha tetap.

Tambang opal (kalimaya) di kawasan Kabupaten Lebak, Jawa Barat mungkin dapat mendekati gambaran teknik penambangan yang baik, namun sebab diatur oleh rakyat kecil, masih tetap memerlukan training dalam problem lingkungan dan keselamatan kerja.

Dengan menggunakan tata cara tambang dalam (underground mining), para penambang opal masuk ke tambang melalui sumuran tegak (vertical shaff) yang berskala 2x2 m2. Kedalaman maksimum sumuran yaitu 35 m. Jenjang (bench) kecil dibentuk pada kedalaman tertentu (biasanya diubahsuaikan dengan panjang tangga yang yang dibuat dari bambu).

Baca juga: Daerah Penghasil Batubara

Untuk memuat batuan, dipakai seperangkat alat timba (kerekan, timba, tali karet) serta fondasi untuk menempatkan alat timba tersebut. Sementara untuk keperluan penambangan dipakai perlengkapan tradisional, mirip cangkul, linggis, pengki, golok atau pisau dan lampu petromak (sebagai alat penerangan di dalam sumur).

Jika sumuran mengandung air, maka ditawarkan pompa air yang berkekuatan cukup besar. Omset pemasaran opal ini, baik dalam bentuk mentah maupun setengah jadi (digosok agak agresif) dapat meraih jutaan rupiah per hari. Sebagai teladan, opal sebesar ibu jari ditawarkan dengan harga berkisar antara Rp 200.000 sampai Rp 300.000.

Kini pencarian watu mulia telah merambah ke kawasan yang lebih luas lagi, tidak saja di areal persawahan atau kebun, namun juga dengan menelusuri sungai-sungai dan perbukitan. Faktor permintaan yang kian meningkat dan disertai oleh harga yang terus membaik, sepertinya mendorong antusiasme penduduk untuk mencari kerikil mulia.

Namun, mengingat penyebaran watu mulia tidak pernah merata (berupa lensa-lensa yang tidak beraturan), maka sulit bagi masyarakat untuk menerima kerikil mulia secara kontinyu atau dalam jumlah banyak.
Sumber https://www.geologinesia.com/


EmoticonEmoticon