Kamis, 10 September 2020

Teori Apungan Benua: Pemahaman, Bukti, Dan Dampaknya


Bumi kita berisikan 6 benua yang berbeda-beda, mereka dibatasi oleh barisan pegunungan yang tinggi dan samudra yang luas. Secara sekilas, terlihat bahwa mereka tidak bergerak sama sekali bukan?





Ternyata, benua-benua tersebut bergerak teman-sahabat. Sebenarnya, bukan benuanya sih yang bergerak, namun lempeng tektonik yang ada dibawah benua tersebut.





Namun, dikala itu para mahir belum mengetahui adanya lempeng tektonik, sehingga yang dianggap bergerak ialah benua-benua itu sendiri. Inilah yang menjadi dasar dari teori apungan benua atau continental drift yang dipopulerkan oleh Alfred Wegener.





Sekarang, teori apungan benua sudah digantukan oleh teori tektonik lempeng modern yang lebih komprehensif dan saintifik.






Pengertian Teori Apungan Benua





Ilustrasi teori apungan benua




Teori apungan benua intinya yaitu sebuah teori yang menyatakan bahwa benua-benua yang ada di bumi ini tidak bersifat statis, namun senantiasa bergerak seiring dengan waktu.





Pada zaman dulu periode, semua benua di bumi tergabung kedalam satu super-benua yaitu Pangaea. Seiring dengan berjalannya waktu, super-benua ini pecah menjadi Gondwana dan Laurasia. Kedua benua ini juga kelak akan berubah menjadi benua-benua yang sekarang kita kenal.





Teori apungan benua menerangkan bahwa seiring dengan berjalannya waktu, benua-benua yang ada di dunia akan terus bergerak. Mereka akan senantiasa menyatu dan terpecah lagi, menciptakan benua dan super-benua gres.





Namun, pada masa permulaan ini, belum dimengerti argumentasi apa yang menimbulkan benua-benua tersebut dapat bergerak. Pergerakan yang ternyata disebabkan oleh arus konveksi di mantel bumi ini gres ditemukan dan dijelaskan lebih lanjut pada teori tektonik lempeng terbaru.





 



Sejarah Teori Apungan Benua





Teori apungan benua berawal dari observasi Abraham Ortelius (1596), Christoph Lilienthal (1756), Alexander von Humboldt (1801 dan 1845), Antonio Snider – Pellegrini (1858) dan beberapa ilmuwan yang lain.





Mereka memperoleh bahwa ternyata, bentuk benua Afrika dan Amerika Selatan sangat mirip bagaikan suatu puzzle. Mereka berspekulasi bahwa kedua benua tersebut mulanya tergabung, namun terpecah sebab gampa bumi atau petaka yang lain.





Pandangan ini dilanjutkan oleh Alfred Russel Wallace yang pada tahun 1889 menyatakan bahwa permukaan bumi memang sangat dinamis dan senantiasa berubah seiring dengan berjalannya waktu.





Wallace mengutip Charles Lyell yang pernah mengatakan bahwa walaupun benua-benua tampakstatis, pada zaman geologi yang panjang, mereka dapat berganti seiring dengan waktu.





Namun, pandangan ini ditentang oleh James Dwight Dana yang pada tahun 1849 menyatakan bahwa benua-benua yang ada di dunia ini telah ditetapkan dari permulaan. Tidak ada pergeseran-pergeseran besar di dunia, hanya pergeseran kecil seperti sedimentasi dan pengikisan, tidak ada perubahan benua. Teori ini dikenal sebagai Permanence Theory.





Dana yang merupakan figur besar di dunia geologi dan mineralogi Amerika Serikat tentu saja sukses membuat orang-orang mewaspadai pandangan-persepsi bahwa benua bisa bergerak.





Alfred Wegener






Alfred wegener merupakan pemrakarsa dari teori apungan benua ini

Meskipun terdapat beberapa ilmuwan yang menggagas desain ini sebelum Wegener, rancangan apungan benua yang dibawakan oleh Wegener dalam risetnya ialah yang paling komprehensif dan mampu dipercayai orang banyak. Namun, ada satu hal yang kurang, Wegener bukanlah ialah seorang geologist.







Selain bukti yang dirasa kurang meyakinkan, hal inilah yang menjadi penyebab banyak ilmuwan di ranah keilmuan geofisika dan geologi yang menolak persepsi Wegener. Mereka lebih oke dengan persepsi Dana mengenai permanence theory bahwa tidak terjadi pergerakan benua-benua di bumi ini.





Faktor-faktor yang menjadikan teori apungan benua memiliki dapat dipercaya rendah pada ketika itu adalah tidak ditemukannya gaya yang mampu menggerakkan benua dan laju kecepatan benua yang dianggap terlalu tinggi.





Saat itu, ilmu perihal struktur bumi belum terlalu maju, oleh alasannya adalah itu, mereka belum mampu mendapatkan arus konveksi mantel yang sekarang diduga menjadi penggerak lempeng tektonik. Anggapan ketika itu yaitu benua-benua terlalu berat untuk bergerak, sehingga sukar menemukan gaya yang mampu mendorongnya dengan baik.





Selain itu, fikiran bahwa benua-benua bergerak sekitar 250 cm/tahun oleh Wegener dirasa terlalu tinggi. Jika benar seperti itu, maka perubahannya dapat dicicipi oleh pengamat yang ada di pantai, atau setidaknya oleh petugas mercusuar pantai.





Saat ini, disepakati bahwa laju pergerakan lempeng-lempeng tektonik di seluruh dunia hanya sekitar 2,5 cm per tahun. 10x lebih kecil dari prediksi awal Wegener yakni 250 cm/tahun.





Seiring dengan berjalannya waktu, didapatkan fakta-fakta gres tentang pergerakan benua-benua oleh beberapa ilmuwan antara lain Vening Meniesz, Umbgrove, Holmes, dan Harry Hess.





Ilmuwan-ilmuwan ini berhasil mendapatkan bahwa ternyata memang benar benua-benua bergerak sesuai prediksi Wegener. Merekalah yang menjadi penggerak teori tektonik lempeng modern yang sekarang kita pelajari tolong-menolong.





 



Bukti yang Memperkuat Teori Apungan Benua





Persebaran fosil-fosil merupakan bukti yang sangat kuat bahwa benua-benua yang ada di dunia ini senantiasa bergerak




Secara umum, bukti-bukti yang memperkuat dugaan bahwa benua-benua yang ada di dunia ini bergerak sebenarnya lumayan banyak. Namun, yang paling besar lengan berkuasa yaitu





  • Kesamaan fossil hewan dan flora di pesisir benua-benua yang berlainan. Contohnya adalah mesosaurus yang didapatkan di Brazil dan Afrika
  • Kesamaan bentuk pesisir pantai Amerika Selatan dan Afrika. Hal ini mendorong dugaan bahwa dahulu kedua benua ini tergabung dan mengalami pemisahan seiring dengan berjalannya waktu
  • Tersebarnya sedimen gletser permo-carboniferous di Amerika Selatan, Afrika, Madagascar, Jazirah Arab, India, Antarktika, dan Australia. Hal ini memperlihatkan bahwa pada zaman dahulu, daerah-daerah tersebut menyatu.
  • Adanya deposit watu bara di daerah lintang tinggi dan kutub, padahal daerah ini tidak memungkinkan adanya hutan lebat. Artinya, mereka dahulu tidak berada pada lokasi tersebut, melainkan di kawasan tropis.




Berdasarkan poin-poin diatas, kita mampu mengklasifikasikan bukti-bukti yang memperkuat teori apungan benua menjadi tiga adalah bukti klimatik, geologik, dan biologis. Berikut ini yaitu penjabarannya.





Bukti Klimatik





Bukti klimatik terkuat dari apungan benua ialah keberadaan deposit kerikil bara di tempat kutub dan lintang tinggi. Padahal, kita tahu bahwa proses terbentuknya kerikil bara memerlukan hutan-hutan lebat, yang tentu saja tidak tumbuh di kawasan kutub dan lintang tinggi.





Oleh sebab itu, berpengaruh prasangka bahwa daerah-daerah ini pernah berada di tempat tropis atau subtropis. Sehingga mampu terbentuk batu bara di lokasi tersebut.





Namun, pergerakan benua-benua menggeser mereka ke posisi mereka sekarang, yakni di kawasan kutub dan lintang tinggi. Hal ini sejalan dengan perkiraan dari teori apungan benua bahwa benua-benua bisa bergerak.





 



Bukti Geologis





Secara geologis, bukti paling kuatnya adalah terdapat kesamaan-kesamaan endapan sedimen dan struktur lapisan batuan di lokasi-lokasi yang berjauhan. Oleh karena itu, logis untuk berpendapat bahwa pada zaman dulu, tempat-tempat ini tergabung.





Contoh paling mudahnya yakni adanya sedimen gletser permo-carboniferous di Amerika Selatan, Afrika, Madagascar, Jazirah Arab, India, Antarktika, dan Australia.





Diduga, dahulu daerah-tempat tersebut tergabung kedalam satu benua yang lebih besar dan berada di lokasi yang serupa. Kini, kita mengetahui bahwa benua tersebut yaitu benua Gondwana.





Selain itu, coba perhatikan barisan pegunungan di Amerika Serikat. pegunungan Appalachian dan Adirondacks di pantai timur Amerika tiba-datang menghilang di daerah Newfoundland.





Namun, kita dapat mendapatkan barisan pegunungan dengan karakteristik yang cukup sama di tempat Greenland, Inggris, Norwegia, dan Swedia. Hal ini menunjukkan bahwa pada zaman dulu, mereka ialah baris pegunungan yang sama.





 



Bukti Biologis





Bukti biologis dari adanya pergerakan benua yaitu ditemukannya fossil binatang yang sama namun lokasi penemuannya berjauhan, sampai beda benua. Hal ini memberikan bahwa pada zaman dulu, benua tersebut menyatu dengan benua lain, atau setidaknya dihubungkan oleh daratan.





Berikut ini adalah teladan-pola fossil hewan maupun tumbuhan yang didapatkan di banyak sekali daerah yang berjauhan. Untuk membuat lebih mudah visualisasi, mampu kalian bisa merujuk pada gambaran diatas.





  • Fossil Cynognathus didapatkan di Amerika Selatan dan Afrika. Hewan ini merupakan reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun silam
  • Fossil Mesosaurus ditemukan di Amerika Selatan dan Afrika. Hewan ini ialah reptil air tawar yang hidup di danau, rawa, dan sungai-sungai sekitar 260 juta tahun yang kemudian
  • Fossil Lystrosaurus ditemukan di Afrika, India, dan Antarktika. Hewan ini merupakan reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun yang lalu
  • Fossil Clossopteris didapatkan di Afrika, Amerika Selatan, Australia, Antarktika, dan India. Tanaman ini merupakan sejenis pakis yang hidup sekitar 260 juta tahun silam




Ditemukannya berbagai fossil hewan dan tanaman yang serupa di berbagai bagian dunia ini menawarkan bahwa pada zaman dahuku, mereka hidup di satu daratan. Daratan inilah yang kita kenal selaku super-benua Pangaea.





 



Dampak





Terbentuknya pegunungan merupakan dampak langsung dari terjadinya continental drift




Secara biasa , dicetuskannya teori apungan benua menghasilkan beberapa pengaruh besar. Namun, kita harus mengklasifikasikan imbas ini kedalam 2 klasifikasi. Dampak dari teori apungan benua, dan pengaruh dari apungan benua itu sendiri.





Dampak dari Teori Apungan Benua





Terdapat dua dampak besar dari dicetuskannya teori apungan benua ialah





  • Muncul pikiran bahwa permukaan bumi akan senantiasa berganti seiring dengan berjalannya waktu
  • Meningkatkan minat observasi geofisika pada masanya dan mendorong perkembangan sains tektonik




Dahulu, orang-orang tidak percaya bahwa benua-benua yang ada di dunia senantiasa bergerak. Padahal, bukti-buktinya telah lumayan banyak pada zaman itu. Hal ini menimbulkan ilmu wawasan tektonik dan geofisik mengalami keterbelakangan.





Pencetusan teori apungan benua oleh Wegener dan penerus-penerusnya berhasil membuat para geofisikawan berfikir dan berkontemplasi. Awalnya, Wegener dicaci maki oleh para geofisikawan dan geologist alasannya adalah dianggap abnormal dan aneh.





Namun, observasi lanjutan oleh mahir-ahli mirip Vening Meinez dan Harry Hess turut memperkuat keabsahan teori apungan benua. Sehingga risikonya, diakui bahwa memang benar benua-benua di bumi ini selalu bergerak.





Seiring dengan berjalannya waktu, teori ini bertransformasi menjadi teori tektonik lempeng modern yang kita kenal dan pelajari di sekolah-sekolah.





 



Dampak dari Apungan Benua





Kita telah bahas efek dari teori apungan benuanya, kini kita akan diskusikan imbas dari apungan benua itu sendiri.





  • Menciptakan pegunungan-pegunungan
  • Mempengaruhi luas bahari dan samudera
  • Mempengaruhi iklim setempat




Seiring dengan pergerakan benua-benua di dunia, terkadang pasti akan terjadi tabrakan. Hal ini mampu menimbulkan terbentuknya pegunungan-pegunungan. Contoh yang paling terperinci yakni pegunungan Himalaya yang disebabkan oleh gesekan antara India dengan Eurasia, lebih tepatnya Tibet dan China.





Karena benua terus bergerak, maka luas lautan dan samudera juga akan berganti-ubah seiring dengan pergerakan tersebut. Kalau kedua benua saling bergerak mendekat, maka samudera yang ada diantara kedua benua itu akan menjadi makin mengecil. Begitu juga jikalau terjadi sebaliknya.





Tentu saja pergerakan benua ini akan mempunyai dampak pada iklim lokal yang ada di daerah tersebut. Karena, keberadaan laut dan daratan ialah salah satu faktor yang mempengaruhi iklim dan cuaca.





Semakin banyak tubuh perairan, maka suhu akan makin stabil, sedangkan kian banyak daratan di sebuah lokasi, suhu akan kian tidak stabil. Daerah yang murni daratan mirip gurun Sahara bisa merasakan suhu yang sangat panas di siang hari namun sungguh hambar di malam hari.



Sumber ty.com


EmoticonEmoticon