Kebutuhan dunia akan emas pada saat ini cukup berkembangseiring dengan kemajuan teknologi, kecerdasan penduduk , dan pengalaman pembuatan bijih emas. Emas merupakan salah satu sumberdaya bahan galian (mineral) yang bersifat sekali ambil akan habis (non renewable resources), dan tidak mampu diperbarui atau dipulihkan kembali. Untuk itu diperlukan pengelolaan yang yang sempurna dan berkala, serta mengamati konservasi mineral untuk generasi yang hendak tiba. Penambangan emas umumdijalankan secara selektif untuk menentukan bijih yang mengandung emas, baik yang berkadar rendah maupun yang berkadar tinggi.
Hasil penambangan bijih emas yang berkadar tinggi diolah dengan sistem amalgamasi, yakni proses pengikatan logam emas dari bijih dengan menggunakan merkuri (Hg) dalam tabung yang disebut sebagai gelundung (amalgamator). Masalah utama yang timbul pada kegiatan penambangan emas kecil-kecilan adalah pemborosan sumberdaya mineral dan terjadinya degradasi lingkungan. Pemborosan sumberdaya mineral terjadi sebab cuma bijih emas kadar tinggi yang diambil untuk diolah dengan tata cara amalgamasi secara pribadi. Perolehan emas yang rendah (<60 %) serta merkuri (Hg) dan logam-logam berat lainnya yang terbuang cukup besar, dan bijih emas kadar rendah ditimbun disekitar lubang tambang.
Hasil penambangan bijih emas yang berkadar tinggi diolah dengan sistem amalgamasi, yakni proses pengikatan logam emas dari bijih dengan menggunakan merkuri (Hg) dalam tabung yang disebut sebagai gelundung (amalgamator). Masalah utama yang timbul pada kegiatan penambangan emas kecil-kecilan adalah pemborosan sumberdaya mineral dan terjadinya degradasi lingkungan. Pemborosan sumberdaya mineral terjadi sebab cuma bijih emas kadar tinggi yang diambil untuk diolah dengan tata cara amalgamasi secara pribadi. Perolehan emas yang rendah (<60 %) serta merkuri (Hg) dan logam-logam berat lainnya yang terbuang cukup besar, dan bijih emas kadar rendah ditimbun disekitar lubang tambang.
Gambar 1. Metode Amalgamasi Langsung. |
Amalgamator selain berfungsi selaku kawasan proses amalgamasi juga berperan dalam mereduksi ukuran bijih emas dari yang berskala garang (<1cm) hingga menjadi berbutir halus (80 - 200 mesh) dengan media gerus berbentukbatangan besi. Amalgamator tersebut dapat diputar dengan tenaga pencetus air sungai lewat kincir atau tenaga listrik (dinamo). Selanjutnya dilakukan pencucian dan pendulangan untuk memisahkan amalgam (perpaduan logam emas/perak dengan Hg) dari ampas (tailing). Amalgam yang diperoleh diproses lewat pembakaran (penggebosan) untuk menemukan perpaduan logam emas-perak (bullion). Selanjutnya dijalankan pemisahan antara logam emas (Au) dari logam perak (Ag) dengan menggunakan larutan perak nitrat.
Kenyataan di lapangan memberikan bahwa hasil proses amalgamasi pada “pertambangan rakyat” menimbulkan berbagai problem. Di samping terjadinya pemborosan sumberdaya mineral, juga menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan. Terjadinya pemborosan sumberdaya mineral alasannya banyak logam emas yang terbuang bersama dengan ampas (tailing) yang tercermin oleh tingkat perolehan (recovery) logam emas yang masih rendah (<60%), meskipun secara teoritis tingkat perolehan emas dalam amalgamasi jarang melampaui 85% (Sevruykov et al, 1960). Akibat penggunaan sistem amalgamasi cara pribadi ini muncul permasalahan, yaitu perolehan emas yang rendah dan kehilangan merkuri yang cukup tinggi. Kehilangan merkuri yang cukup tinggi ini telah mencemari air sungai yang ada disekitar lokasi penambangan.
Berdasarkan hal tersebut, sudah dilakukan penelitian untuk mengupayakan mengembangkan perolehan emas dengan melaksanakan pembuatan bijih emas sistem amalgamasi tidak pribadi. Tujuannya adalah mengembangkan Perolehan Emas, sehingga kandungan emas yang ada dalam ampas (tailing) hasil pembuatan metode amalgamasi menurun, serta meminimalkan adanya efek pencemaran lingkungan akibat air raksa dan logam-logam berat lainnya. Penelitian memakai bahan dan peralatan yang serupa mirip yang dikerjakan oleh pertambangan rakyat. Bahan percobaan memakai bijih emas berukuran <1cm dengan kadar 8,4 gr/t dan 10,32 gr/t, merkuri, kapur tohor, borax, soda abu, dan perak nitrat. Sementara perlengkapan amalgamasi menggunakan gelundung (amalgamtor) dengan tenaga pencetus kincir air, pendulang (pan), dan retorting.
Hasil observasi menawarkan bahwa perolehan emas (Au) sebesar 38,40-47,98% untuk cara eksklusif dan 44,43-53,33% untuk cara tidak pribadi. Kehilangan air raksa (Hg) sebesar 6,13-8,06% untuk cara pribadi dan 4,13-5,26% untuk cara tidak langsung. Berdasarkan hasil percobaan terlihat adanya kecenderungan peningkatan perolehan emas sampai 14,58%, dan menurunkan kehilangan air raksa hingga 3,93%. Hasil percobaan pembuatan bijih emas dengan sistem amalgamasi tidak langsung ini diharapkan dapat dipraktekkan pada pertambangan rakyat maupun dalam industri pertambangan emas.
Gambar 2. Metode Amalgamasi Tidak Langsung. |
Tahap pertama dijalankan penghalusan ukuran butir dalam amalgamator selama 7 jam, lalu baru tahap kedua, adalah amalgamasi selama 2 jam. Pada tahap amalgamasi ini, dijalankan pengurangan berat media giling 40-50%, ditambahkan air untuk menerima persentase pulp (gabungan) menjadi 30- 40%, dimasukkan merkuri dan dilaksanakan pengecekan pH (9-10). Setelah persiapan pengolahan akhir, amalgamator diputar kembali dengan kecepatan putar sekitar 40 rpm. Pengurangan berat media giling dan kecepatan putar bertujuan agar proses yang terjadi hanya proses pengadukan (agitasi), bukan proses penggerusan. Hasil amalgamasi baik cara langsung maupun tidak langsung sama-sama berbentukamalgam.
Written by : Widodo, Aminuddin (Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI), Editor by Flyshgeost. Sumber https://www.geologinesia.com/
EmoticonEmoticon