Rabu, 17 Maret 2021

Dasar-Dasar Kemantapan Lereng

Dasar-dasar Kemantapan Lereng - Didalam operasi penambangan duduk perkara Kemantapan Lereng atau Kestabilan Lereng akan diketemukan pada penggalian tambang terbuka (open pit maupun open cut), di daerah-daerah penimbunan “overburden” dan bahan buangan (tailing disposal), di jalan-jalan tambang, pemotongan dan “cover” terowongan, dan di penimbunan bijih (stockyard), bendungan bendungan untuk cadangan air kerja. Apabila lereng-lereng yang terbentuk selaku akhir dari proses penambangan (pit slope) maupun yang ialah sarana penunjang operasi penambangan (bendungan, jalan, dan lain lain) itu tidak stabil (tidak mantap) maka acara produksi akan terganggu. Oleh sebab itu sebuah analisis kemantapan lereng ialah sebuah bab yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan gangguan terhadap kelangsungan produksi maupun terjadinya tragedi yang fatal.

Tujuan analisis kemantapan lereng yaitu sebagai berikut :
  • Mengerti perkembangan, bentuk lereng alamiah dan proses yang bertanggung jawab terhadap banyak sekali ciri alamiah. 
  • Menilai kemantapan lereng jangka pendek (sering selama konstruksi) dan jangka panjang. 
  • Menilai kemungkinan kelongsoran yang melibatkan lereng alamiah dan lereng rekayasa. 
  • Menganalisis kelongsoran dan mengetahui mekanisme kelongsoran dan dampak dari faktor lingkungan. 
  • Memungkinkan rancangan ulang dari lereng yang sudah runtuh dan mempersiapkan serta mendesain pengukuran pengobatan dan pencegahan, jika diperlukan. 
  • Mempelajari akhir pembebanan seismic terhadap lereng dan timbunan.

Kemantapan Lereng utamanya disebabkan oleh faktor hidrologi dan faktor struktur bidang lemah batuan. Masalah kemantapan lereng pada umumnya tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :
  • Lokasi, arah, frekuensi, kekuatan dan karakteristik dari bidang-bidang lemah. 
  • Keadaan tegangan alamiah dalam massa batuan/tanah. 
  • Konsentrasi setempat dari tegangan. 
  • Karakteristik mekanik dari massa batuan/tanah. 
  • Iklim utamanya jumlah hujan untuk di kawasan tropis. 
  • Geometri lereng.

Klasifikasi Gerakan Massa Tanah atau Batuan

Kemantapan Lereng atau Kestabilan Lereng sangat berafiliasi dengan gerakan massa tanah atau batuan. Gerakan tanah atau batuan menurut M.M. Purbo Hadiwidjoyo dan telah dilengkapi oleh penulis mampu diklasifikasikan sebagai berikut :
  • Longsoran (sliding) 
  • Runtuhan (falling) 
  • Nendatan 
  • Amblasan (subsidence) 
  • Rayapan (creep) 
  • Aliran (flow) 
  • Gerakan kompleks

Disebut longsoran, jikalau materi yang bergerak itu seakan akan dengan tiba-tiba meluncur ke bawah. Runtuhan, bila bahan itu ibaratnya jatuh bebas, seperti massa batuan pada dinding yang curam (mendekati tegak), yang sekonyong-konyong jatuh. Kita berhadapan dengan nendatan jika tanah atau batuan yang tersangkut ialah massa yang belum terlepas dari ikatannya; jadi seakan akan masih merupakan gumpalan-gumpalan besar. Amblasan sering dapat kita saksikan pada jalan yang tadinya rata tiba-tiba menurun, entah karena di bawah ada rongga, entah sebab di bagian lain ada yang terdesak. Rayapan, yaitu gerakan massa tanah atau batuan secara perlahan lahan. Sedangkan aliran, ialah gabungan gerakan dan angkutanmassa tanah atau batuan.

1. Longsoran/Luncuran
Istilah yang paling banyak dipakai untuk merancang gerakan tanah atau batuan yang terjadi pada lereng-lereng alamiah ialah longsoran “dalam arti yang luas”. Agar pemahaman longsoran mampu diperjelas, Coates (1977) membuat daftar beberapa faktor penting yang sudah disetujui oleh 28 penulis yang sudah menyumbangkan pikirannya untuk subyek ini. Daftar tersebut yaitu selaku berikut :
  • Longsoran mewakili satu klasifikasi dan suatu fenomena included under the general heading of mass movement. 
  • Gravitasi yaitu gaya utama yang dilibatkan. 
  • Gerakan harus cukup cepat, alasannya adalah rayapan (creep) adalah begitu lambat selaku longsoran. 
  • Gerakan dapat berbentukkeruntuhan (falling), longsoran/luncuran (sliding) dan fatwa (flow). 
  • Bidang atau daerah gerakan tidak sama dengan patahan. 
  • Gerakan akan ke arah bawah dan menghasilkan bidang bebas, jadi subsidence tidak termasuk. 
  • Material yang tetap ditempat mempunyai batas yang jelas dan umumnya melibatkan hanya bab terbatas dari punggung lereng. 
  • Material yang tetap ditempat dapat meliputi sebagian dari regolith dan/ atau bedrock. 
  • Fenomena frozen ground lazimnya tidak tergolong kategori ini. 

Klasifikasi dari longsoran kebanyakan dapat didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut :
  • Jenis dari material 
  • Morfologi dari material 
  • Karakteristik geomekanik 
  • Kecepatan dan usang dari gerakan 
  • Bentuk dari permukaan longsoran (bidang, baji, busur) 
  • Volume yang dilibatkan 
  • Umur dari longsoran 
  • Penyebab longsoran 
  • Mekanisme longsoran

Longsoran atau luncuran dalam arti yang sebenarnya dihasilkan biasanya pada suatu material yang kurang rapuh. Gerakan ini terjadi sepanjang satu atau beberapa bidang luncuran. Gerakan ini mampu berbentukrotasi atau translasi yang tergantung pada keadaan material serta strukturnya. Kalau luncurannya merupakan rotasi, maka lazimnya akan menghasilkan longsoran busur atau bulat. Tetapi kalau gerakan ini ialah translosi, maka akan menciptakan longsoran bidang. adonan kedua gerakan ini akan menciptakan longsoran bidang dan busur. Jenis gerakan ini yang paling banyak terjadi, seperti yang dialami desa sukasari, bogor timur, pada tanggal 22 november 1992 yang kemudian dan meminta korban sembilan orang meninggal. juga di desa cikalong, tasikmalaya yang terjadi pada tanggal 11 oktober 1992 dan meminta korban 56 orang meninggal (m.m.purbo hadiwidjoyo, 1992).

2. Runtuhan (falling)
Runtuhan dapat terjadi dari bidang-bidang diskontiniu pada suatu lereng yang tegak, pada rayapan dari lapisan lunak (contohnya marl lempung) atau gulingan blok, selaku pola runtuhan yang terjadi di gunung granier en savoie pada tahun 1248 (hantz, 1988). Keruntuhan dari jurang batukapur dengan ketinggian sekitar 1.000 m, mengikuti gelinciran / longsoran dari marl dan menggerakkan sebuah volume yang sungguh besar yakni sekitar 500.000.000 m3, yang menyebar sepanjang 7 km dengan luas 20 km & membunuh ribuan penduduk.

3. Rayapan (Creep)
Rayapan merupakan gerakan yang kontinu dan relatif lambat. Kita tidak dapat melihat dengan terang bidang rayapan, contoh daerah konsumen jenis gerakan ini yakni Pangadegang di Cianjur Selatan. Disana daerah yang bergerak mencakup sekitar 100 km. Selain itu didaerah Ciamis Utara, Banjarnegara di Jawa Tengah (M.M. Purbo Hadiwidjoyo, 1992).

4. Aliran
Gerakan ini berasosiasi dengan transportasi material oleh air atau udara dan dipicu oleh gerakan longsoran sebelumnya, kecepatan gerakan mampu sangat tinggi.

Pemicu dan Pemacu Gerakan Massa Tanah atau Batuan

Kedua ungkapan "pemicu" dan "pemacu" ini dipakai oleh M.M. Purbo Hadiwidjoyo (1992). Pemicu itu misalnya ialah gempa bumi. Salah satu gerakan tanah besar yang disangka kuat dipicu oleh gempa ialah terjadi di Cianjur Selatan pada 13 Desember 1924. Gempa itu sendiri tidak bersumber di Jawa Barat. Tempat yang serupa lagi-lagi bergerak pada Desember 1964. Ketika itu sumbernya kebetulan juga ada di Jawa Barat dan kebesarannya mencapai 6 pada skala Richter. Getaran yang timbul alasannya adalah lewatnya kereta api mampu pula memicu terjadinya gerakan tanah. Hal itu rupanya sudah menimbun kereta api Jakarta-Jogyakarta di dekat Purwokerto waktu zaman revolusi 1947. Selain itu hujan juga dapat disebut selaku pemicu gerakan tanah seperti yang terjadi di jalan antara Sibolga dan Medan bulan Januari 1993.

Selain terkena picu, gerakan massa tanah atau batuan, dapat juga dipacu. Misalnya saja, lereng yang semula tahan terhadap gerakan, karena kakinya (toe) diiris untuk jalan atau untuk perumahan, hasilnya memiliki kecenderungan lebih besar untuk bergerak.

Selanjutnya Terzaghi (1950) dan Bruwsden (1979) menyatakan bahwa untuk mengklasifikasikan penyebab selaku pemicu yakni tidak bijaksana kalau peristiwa perpindahan tergantung pada kondisi dan peristiwa tersebut telah berlangsung selama beberapa hari atau beberapa minggu. Sebagai gambaran kedua penulis ini cuma mengklasifikasikan penyebab gerakan massa tanah atau batuan sebagai penyebab eksternal, internal dan variasi.

Penyebab Eksternal :
  • Perubahan geometri lereng ; pemotongan kaki lereng, erosi, pergantian sudut kemiringan, panjang, dll. 
  • Pembebasan beban ; abrasi, penggalian. 
  • Pembebanan ; penambahan material, penambahan tinggi. 
  • Shock dan vibrasi ; produksi, gempa bumi, dll 
  • Penurunan permukaan air 
  • Perubahan kelakukan air ; hujan, tekanan pori, dll.

Penyebab Internal :
  • Longsoran, progresif ; mengikuti ekspansi lateral, fissuring dan pengikisan. 
  • Pelapukan. 
  • Erosi seepage : solution, pemipaan (piping)

Secara lazim di tempat tropis seperti Indonesia, penyebab utama longsoran lereng yakni air, baik tekanan air dalam rekahan, alterasi mineral maupun abrasi dari lapisan lunak (Hantz, 1988). Selanjutnya penyebab utama lainnya diperkirakan oleh adanya kekar yang mengalami pelapukan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan penyebab dari longsoran dapat dikategorikan dalam 3 faktor geometrik, hidraulik, dan mekanik.

Metode Analisis Kemantapan Lereng

Ada beberapa metode analisis kemantapan lereng yang dapat kita gunakan dalam menganalisa gerakan massa tanah dan batuan, antara lain :
  • Metoda analitik 
  • Metoda grafik 
  • Metoda keseimbangan limit 
  • Metoda numerik (metoda unsur hingga, bagian diskret, unsur batas dan lain lain) 
  • Teori blok dan tata cara pakar
     Didalam operasi penambangan masalah Kemantapan Lereng atau Kestabilan Lereng akan diketem Dasar-dasar Kemantapan Lereng
    Gambar 1. Perbandingan Metoda Rancangan Lereng

    Tahap-tahap Pertambangan dan Sasaran Geoteknik

    Secara umum target geoteknik dalam relevansinya dengan tahapan pertambangan mampu dijelaskan sebagai berikut :

    1. Tahap Pendahuluan
    • Geologi yang luas. 
    • Mengetahui geoteknik dan air bawah tanah yang menghipnotis pertambangan. 
    • Mengetahui model geologi. 
    • Memberi petunjuk pada pemakaian tata cara pertambangan yang berbeda dan perlengkapan pada sebuah endapan. 
    • Memberi masukan geoteknik pada acara eksplorasi. 
    • Memberi petunjuk perancangan lereng. 
    • Mengetahui geoteknik dan air bawah tanah yang mempengaruhi pertambangan. 
    • Rancangan dan susunan spesifik mengenai geoteknik dan acara observasi air bawah tanah. 


    2. Tahap Pra Kelayakan
    • Geoteknik pendahuluan, sampling hidrogeologi, dan uji. 
    • Penyusunan versi dasar geoteknik untuk lokasi termasuk pengusutan eksplorasi yang didasarkan pada data geoteknik dan hidrogeologi untuk tiap massa batuan dan perkiraan awal dari parameter perancangan. 
    • Memperkirakan dampak air bawah tanah pada perancangan lereng untuk proses pengeringan pada tambang, skala pengeringan yang berpeluang, pelaksanaan, waktu dan ongkos dalam deadline yang ditentukan. 
    • Memberi perancangan lereng secara detail : open pit : + 50-100, strip mine : 100 
    • Bersama-sama dengan perencanaan tambang memberi isyarat pemilihan perlengkapan dan metoda pertambangan. 
    • Mengetahui faktor-faktor geoteknik dan hidrogeologi yang mensugesti perancangan tambang dan yang belum sesuai. 
    • Rancangan dan ongkos dari final penyelidikan yang dibutuhkan untuk tingkat studi kelayakan.


    3. Tahap Kelayakan
    • Penyelidikan geoteknik dan hidrogeologi dilakukan lebih rinci dan spesifik yang diubahsuaikan dengan alat dan metoda pertambangan. 
    • Memberi penilaian statistik pada semua parameter teknik perancangan termasuk rata-rata dan distribusi untuk semua unit geoteknik. 
    • Bersama dengan perencana tambang memutuskan faktor-faktor geoteknik yang berafiliasi dengan perancangan. 
    • Memberi perancangan lereng berdasarkan falsafah yang disetujui oleh perencana tambang dan pemilik proyek. Sudut perancangan lereng tergantung pada pengembangan tambang, dengan toleransi sebagai berikut : Open pit : sudut overall + 10 - 30, strip mine : sudut highwall + 50, sudut spoil pile + 10 - 30, open pit (batuan keras). 
    • Memberi perancangan lereng secara detail termasuk tinggi jenjang, lebar berm, sudut jenjang, interamp dan sudut overall pit slope maksimum pada tiap bagian perancangan tambang. 
    • Memberi perancangan detail untuk external waste dumps. 
    • Strip mine (batubara). 
    • Memberi perancangan rincian lereng tergolong: sudut highwall, sudut spoil dump, perancangan pit waste dump, sudut low wall, perancangan footwall, jarak dengan mesin. 
    • Memperkirakan pengeringan tambang termasuk rancangan detail, rancangan, spesifikasi dan biaya. 
    • Bersama dengan perencana tambang dan para mahir geoteknik memutuskan perancangan air bawah tanah sesuai dan tidak akan merugikan operasi penambangan. 
    • Bersama dengan perencana tambang mendesain susukan transportasi dan resikonya secara hemat. 
    • Memberi isyarat pada teknik peledakan final dan perlengkapan yang tepat. 
    • Bersama dengan perencana tambang memilih staff untuk problem geoteknik atau air bawah tanah. 
    • Rancangan dan biaya program pemantauan air bawah tanah. 
    • Laporan yang terang mengenai kelayakan pertambangan yang dijadwalkan. 
    • Merancang dan memantau perlengkapan yang digunakan pada operasi.


    4. Tahap Operasi
    • Menilai bagaimana kondisi geoteknik selama pengusutan awal apakah sesuai perancangan parameter kelayakan. 
    • Menyusun dan melakukan secara terus menerus pengumpulan data sebagai bagian dari geologi pertambangan dan geoteknik. 
    • Rancangan dan melakukan rencana pada studi kelayakan mirip : Peledakan final dan penggalian, penyangga lereng, mengubah geometri lereng, dan depressurisation lereng. 
    • Melaksanakan pemantauan lereng. 
    • Rancangan dan melakukan planning hidrogeologi, mengawasi debit anutan air atau air bawah tanah. 
    • Terus menerus merubah perancangan lereng selama umur tambang seperti pergantian kondisi geoteknis atau sebab argumentasi ekonomi.

    Rancangan Lereng Tambang

    Pada prakteknya metoda perancangan berpatokan pada heuristic's atau rules of thumb (the institution of engineers australia, 1990). Tapi pada geoteknik pertambangan yang didasarkan geologi, konsep perancangan lereng tambang lebih berkaitan mirip heuristic's. Hal ini memberi persepsi yang luas perihal aktivitas alam. Heuristic's didefinisikan sebagai :
    "Suatu metoda untuk memecahkan duduk perkara yang sama sekali tidak tergantung pada algoritma, tapi tergantung pada pendapatinduktif dari pengalaman pada dilema yang sama (macquarie dictionary)".

    Algoritma yakni sebuah mekanisme untuk memecahkan persoalan yang terbatas dan dipakai untuk proses merancang, namun tidak pernah digunakan untuk mendesain lereng tambang. Definisi heuristic yang yang lain adalah pendapatinduktif, yakni :
    "Proses klarifikasi penemuan untuk suatu fakta yang khusus, dengan memperkirakan besarnya fakta observasi dimana penjelasan ini mencakup seluruh fakta".

    Hal ini tidak umum untuk sebuah proses deduktif dimana kesimpulan didasarkan pada fakta yang dimengerti atau prinsip yang ada. Merancang lereng tambang didasarkan pada pengamatan kuantitatif dari sebagian kecil conto tanah atau massa batuan. Oleh karena itu usulanyang penting yaitu :
    "Hanya kemampuan yang sempurna mengurus suatu lingkungan heuristic” (the institution of engineers australia, 1990)".

    Pada tambang bawah tanah dengan batuan yang keras persoalan teknik mekanika batuan yakni pengontrolan bawah tanah (brady, 1986); pengontrolan atas deformasi dan displacement untuk memutuskan kestabilan secara keseluruhan, melindungi susukan, memelihara kondisi kerja yang kondusif dan cadangan bijih (brady & brown, 1985). Masalah teknik dalam merancang lereng tambang terbuka ialah tidak mampu menertibkan bawah tanah dan dengan asumsi yang implisit sehingga lereng dapat runtuh. Sasaran pokok dalam perancangan lereng tambang terbuka ialah :
    "Tercapainya desain yang optimum yakni kompromi antara lereng yang hemat dan cukup aman" (hoek and bray, 1973)".

    Sumber https://www.geologinesia.com/


    EmoticonEmoticon