Senin, 14 Desember 2020

Bromo Masih Jadi Magnet Rekreasi Alam

Cerita tentang daya tarik Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur yang selama ini cuma disaksikan melalui layar televisi maupun media cetak, menciptakan Yulsi Herawati (36), warga Bekasi, Jawa Barat, merasa penasaran.

pesona Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur Bromo Masih jadi Magnet Wisata Alam
Keindahan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur

Karena itu beliau nekat memboyong kedua putrinya yang masih Sekolah Dasar untuk berlibur sambil berpetualang ke salah satu tujuan wisata andalan Jawa Timur yang terletak di empat daerah, yaitu Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang itu pada tamat Desember kemudian.

Keinginan untuk berwisata ke alam terbuka tersebut kian kuat setelah kedua anaknya, Asyilla (11) dan Clarissa (7) juga merengek-rengek minta liburan ke Bromo sehabis melihat keindahan Bukit Telettubbies dalam sebuah tayangan televisi.

Dimanakan Bukit Teletubbies sebab memang seperti dengan bukit-bukit hijau seperti dalam kisah anak-anak di televisi yang sungguh disukai belum dewasa.

Setelah berselancar mencari berita mengenai segala sesuatu yang bekerjasama dengan Bromo melalui banyak sekali situs rekreasi, perempuan yang sehari-hari berprofesi selaku guru Sekolah Menengah kejuruan di Bekasi itu pun memutuskan untuk berangkat dengan mobil langsung dengan argumentasi bisa menikmati perjalanan.

Karena sang suami yang seorang pebisnis tidak bisa mendampingi, wanita asal Payakumbuh, Sumatera Barat, itu pun mengajak kerabat biar bisa bergantian menyetir karena perjalanan yang harus ditempuh dari Bekasi sampai ke Bromo serta kota-kota yang lain di Pulau Jawa tidak kurang dari dari 2.000 Km.

Segala sesuatunya pun disiapkan secara masak-masak, mulai dari perlengkapan baju untuk mengusir udara cuek, sepatu khusus untuk naik gunung, penutup kepala, sarung tangan, jas hujan, senter dan obat-obatan.

Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari 20 jam dari Bekasi melalui rute jalur selatan Pulau Jawa, Yulsi dan rombongan yang terdiri atas tujuh orang, tiga di antaranya anak-anak, akhirnya hingga siang hari di Bromo dan langsung istirahat di hotel yang telah dipesan jauh-jauh hari.

Petualangan sesungguhnya baru akan dimulai dini hari, ialah saat mereka dibangunkan oleh pemandu rekreasi atau pemilik hotel pada pukul 03.00 WIB, ketika mereka mesti berangkat menuju Bukit Penanjakan. Bukit Penanjakan adalah tujuan pertama dari rangkaian tur keliling Bromo sebab di sanalah daerah paling ideal untuk menyaksikan matahari terbit dari ufuk timur.

Konsep rekreasi ke Gunung Bromo sama sekali berlainan dengan yang dibayangkan oleh masyarakat awam, dimana pendaki harus bersusah payah mendaki gunung terjal dan berbatu dengan berjalan kaki untuk mencapai puncak.

Di Bromo, hadirin akan diantar ke Bukit Penanjakan setinggi 2.700 meter di atas permukaan maritim dengan jip, lewat jalan kecil yang sudah beraspal. Demikian pula ketika menikmati objek lain di daerah taman nasional Bromo, seperti Pasir Berbisik, Padang Savannah dan Bukit Telettubbies.

Yulsi dan rombongan pun terkejut ketika mendapati bahwa meski jam baru menunjukkan pukul 03.00 dini hari, ternyata di sepanjang jalan yang sempit di depan hotel sudah berderet sekitar 700 mobil sejenis yang akan mengirim ribuan wisatawan yang hendak berangkat ke Bukit Penanjakan. Jika satu kendaraan beroda empat jip tersebut berisi rata-rata lima penumpang saja, berarti terdapat sekitar 3.500 hadirin yang akan menuju puncak untuk melihat keindahan matahari terbit.

"Seharusnya kita berangkat pukul 02.00 agar tidak terjebak macet menuju Bukit Penanjakan. Maklum, kini kan animo libur sehingga berbagai hadirin," kata Purnomo (25), sopir jip yang sekaligus berperan sebagai pemandu wisata.


Masih Jadi Magnet
Kawasan Bromo dengan segala keindahan dan keunikannya masih tetap menjadi magnet bagi mereka yang menggemari rekreasi alam terbuka. Tidak mengherankan jika setiap ekspresi dominan liburan, tempat yang terletak sekitar 85 Km dari Surabaya atau sekitar 60 Km dari Malang tersebut selalu ramai dikunjungi.

Seperti yang terlihat pada final Desember 2014 lalu, ribuan orang terlihat berdesak-desakan di Bukit Penanjakan dikala menanti terbitnya matahari yang menyembul dari Gunung Semeru. Pengunjung dari berbagai usia, mulai dari bayi yang masih dalam gendongan, hingga orang tua duduk di bangku roda, rela bekerja keras menaiki bukit, cuma demi untuk menyambut kehadiran sang surya.

Bagi mereka yang baru pertama kali ke Bromo, akan terkesima dikala mengalami pergantian situasi, ialah dikala sinar matahari yang memendarkan cahaya keemasan di balik Gunung Semeru dan kemudian menerangi seluruh daerah. Dari kejauhan, terbentang pemandangan yang mengagumkan, menyerupai lukisan di atas kanvas, yakni Gunung Batok yang berdiri megah dengan latar belakang kawah Gunung Bromo yang mengepulkan asap putih.

Pemandangan yang tersaji dari Bukit Penanjakan itulah yang menjadi ikon wisata Bromo dan banyak beredar di banyak sekali brosur-selebaran rekreasi yang memberikan paket rekreasi. Bromo tidak hanya menjadi tujuan rekreasi andalan Jawa Timur, tapi juga Indonesia alasannya adalah keindahan dan keunikan budaya masyarakat lokal yang sudah terkenal diseluruh dunia.

Sayangnya keindahan alam Bromo tidak diikuti dengan kesadaran pengunjung dalam menjaga kebersihan. Ketika mahatari mulai terang benderang dan pengunjung mulai meninggalkan Bukit Penanjakan, yang tersisa adalah tumpukan kertas koran bekas yang sebelumnya digunakan selaku alas duduk.

"Susah memang untuk mengajak pengunjung disiplin dalam mempertahankan kelestarian lingkungan. Mereka hanya mau menikmati keindahan alam, tapi tidak menghargai kebersihan, membuang sampang sembarang pilih," gerutu Purnomo, pemandu wisata yang berasal dari Malang itu.

Usai melihat pesona matahari terbit di Penanjakan, ratusan jip itu pun lalu berbalik arah menuju lokasi yang lain, yakni kawah Gunung Bromo yang masih aktif. Seperti saat menuju Penanjakan, kemacetan pun kembali terjadi alasannya adalah jalanan yang sempit dan hanya cukup untuk satu mobil.

Purnomo, mantan guru yang banting profesi menjadi pemandu wisata itu dengan sigap mengemudikan kendaraannya menuju kawah Bromo melalui lautan pasir. Pria berperakan kecil tersebut tampak sudah sangat hapal dengan kondisi jalan berpasir, tetapi tetap waspada khawatir kendaraan beroda empat melewati keadaan jalan yang lunak.

Sesampai di dekat kawah Gunung Bromo, suasana ternyata justru lebih ramai sebab ribuan orang sudah antre, baik untuk naik maupun menuruni anak tangga. Pengunjung yang tidak sabar ingin cepat-cepat sampai di puncak, mampu menyewa kuda dari arena parkir kendaraan sebelum lalu naik anak tangga yang berjumlah lebih dari 200 dan cukup menyedot tenaga.

Selain padang savanna Bukit Telettubbies, kawasan menawan lain yang dihentikan dilewatkan ialah Pasir Berbisik, adalah padang pasir luas yang mengeluarkan uap berwarna putih serta deru angin yang bertiup menenteng butiran-butiran pasir yang seolah menyerukan keindahan alam yang dimiliki Bromo.

Nama Pasir Berbisik memang berkaitan dengan judul film yang disutradarai Garin Nugroho dengan bintang utama Dian Sastro itu.

Sumber : http://www.antaranews.com/informasi/472536/bromo-masih-jadi-magnet-wisata-alam
Sumber https://ghost-ships.blogspot.com


EmoticonEmoticon