Jumat, 05 Maret 2021

Macam-Macam Lingkungan Pengendapan Batubara

Batubara ialah hasil dari akumulasi berkembang-flora pada kondisi lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut sudah terkena efek-pengaruh syn-sedimentary dan post-sedimentary. Akibat efek-dampak tersebut dihasilkan batubara dengan tingkat (rank) dan kerumitan struktur yang bermacam-macam. Lingkungan pengendapan batubara mampu digunakan untuk memilih penyebaran lapisan, cara terjadinya, serta mutu batubara. Namun acap kali masih belum mampu menghasilkan yang prediksi yang akurat (Thomas, 2002).

Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh Macam-macam Lingkungan Pengendapan Batubara
Gambar sekuen batubara.

Agar mampu memberikan makna genesa dan lingkungan pengendapan batubara terhadap kegiatan eksplorasi batubara, membutuhkan adanya suatu versi geologi (Prasongko, 1996). Model geologi untuk pengendapan batubara yaitu menandakan hubungan antara genesa batubara dengan batuan di sekitarnya, dengan memakai perbandingan antara sekuen gambut yang kini terbentuk dengan sekuen batuan yang mengandung  batubara dan  sudah terbentuk pada masa lampau (Thomas, 2002).

Lingkungan pengendapan batubara erat kaitannya dengan fisiografi cekungan pengendapan. Menurut Teichimuller (1982; dalam Stach et al, 1982), cekungan pengendapan bagi pertumbuhan endapan gambut sebagai materi asal pembentuk batubara dipengaruhi oleh :
  • Kenaikan paras air tanah yang lambat atau dasar cekungan mengalami penurunan yang lambat, sehingga endapan gambut terhindar dari pengikisan air maritim.
  • Adanya penghalang rawa-rawa  mirip penghalang pantai, gosong pasir atau tanggul alam untuk melindungi endapan gambut dari banjir air sungai dan erosi air laut.
  • Energi yang rendah dari hinterland (daerah dengan morfologi yang relatif datar dan perbedaan topografi yang kecil) sehingga tidak ada sedimen fluviatil (kasar) yang diendapkan.

Menurut Stach et al (1982), menurut posisi geografinya, lingkungan pengendapan batubara dibedakan menjadi zona paralik (tepi pantai) dan limnik (daratan). Batubara di dunia lebih dari 90% terbentuk di lingkungan paralik adalah rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah mirip ini mampu dijumpai di dataran pantai, lagun, delta, atau juga fluvial. Selanjutnya pembahasan masing-masing lingkungan pengendapan batubara lebih mengacu pada pembagian yang dikemukakan oleh Horne et al (1978) adalah sebagai berikut:

Lingkungan Pengendapan Barrier : Barrier terbentuk selama delta mengalami progadasi, dan kemudian terjadi pengisian suplai sedimen dari darat dan maritim hingga meluas ke kawasan rawa back-barrier (Galloway dan Hobday, 1983). Lingkungan barrier memiliki tugas penting, yakni menutup imbas oksidasi dari air bahari dan mendukung pembentukan gambut di bab dataran.

Lingkungan Pengendapan Back-Barrier ; Karakteristik batuan sedimen pada lingkungan back barrier yaitu mengalami coarsening upward, terdapat serpih debu-debu gelap yang kaya bahan organik, batulanau dan mengandung batubara yang tipis dengan penyebaran secara lateral yang tidak menerus serta konkresi siderit. Batubara di tempat lingkungan back–barrier lazimnya tipis, tidak menerus, mengandung banyak sulfur, dan kadang-kadang juga disebut shale hitam atau bone coal (Renton dan Cecil, 1979 dalam Galloway dan Hobday, 1983). Lempung pada tempat back-barrier tidak mempunyai struktur laminasi dan banyak mengandung kaolin sebab adanya pencucian montmorilinit oleh air asam pada gambut (Staub dan Cohn, 1978 dalam Galloway dan Hobday, 1983).

Lingkungan Pengendapan Lower Delta Plain ; Lingkungan lower delta plain didominasi oleh sekuen coarsening upward yang terdiri dari batulumpur dan batulanau, memiliki ketebalan antara 15-55 m dan penyebaran lateral 8 hingga 10 km. Bagian bawah dari sekuen sedimen ini ialah batulumpur bubuk-abu gelap hingga hitam dan terdapat siderit dan batugamping dengan sebaran yang tidak terorganisir. Pada bagian atas sekuen ini sering dijumpai batupasir, memberikan adanya peningkatan energi transportasi  pada tempat perairan dangkal dikala teluk terisi endapan sedimen (Horne et al, 1979 dalam Thomas, 2002). Bila teluk telah cukup terisi maka tumbuhan akan dapat berkembang, sehingga dalam abad waktu tertentu batubara dapat terbentuk. Namun demikian, tetapi jikalau teluk tidak terisi sarat , organisme, batupasir, dan siderit akan terbentuk. Pola lazim coarsening upward atau mengkasar keatas pada interbutary kafetaria di beberapa daerah mampu terputus oleh detritus creavase splays (Horne et al, 1979, dalam Thomas, 2002).

Lingkungan Pengendapan Upper Delta Plain – Fluvial ; Upper delta plain ialah kawasan akumulasi gambut dalam jumlah yang tidak banyak, tetapi lingkungannya relatif stabil. Endapannya didominasi oleh bentuk linier, badan batupasir lentikuler yang memiliki ketebalan sampai 25 m dan lebar 11 km. Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh pohon-pohon keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky, sedangkan flora pada lower delta plain didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah pohon yang menciptakan batubara berlapis.

Lingkungan Pengendapan Transitional Lower Delta Plain ; Zona diantara lower dan upper delta plain yakni zona transisi yang mengandung karakteristik litofasies dari sekuen tersebut yang merupakan juga sekuen bay-fill  yang dicirikan oleh litologi yang berbutir halus dan lebih tipis (1,5 – 7,5 m) dibandingkan dengan sekuen lower delta plain (Horne et al, 1978). Perkembangan rawa pada lingkungan transisi lower delta plain sungguh  intensif, alasannya adalah adanya pengisian sedimen pada daerah "interdistributary bay" sehingga dapat terbentuk lapisan batubara yang tersebar luas dengan kecenderungan agak memanjang sejajar dengan jurus perlapisan.

Sumber Referensi : Thomas, L., 2002, Coal Geology, John Wiley & Sons Ltd, England, 384 hal. Prasongko, B.K., 1996, Model Pengendapan Batubara Untuk Menunjang Eksplorasi dan Perencanaan Pertambangan, Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung, Bandung, 138 hal. Stach, E., Mackowsky, M.TH, Teichmuller, M., Taylor,G.H., Chandra, and D. Teichmuller,  1982, Stacsh’s text book of coal petrology, 3rd., Gebruder, Berlin, Stuttgart, 452 hal. Horne, J.C., Ferm, J.C., Carucio, F.T., and Baganz, B.P.,  1978, Depositional Models in Coal Exploration and Mining Planning in Appalachian Region, AAPG Bulletin vol 62/no 12, hal 2379-2411. Galloway, W.E., and Hobday, D.K., 1983, Terrigenous Clastic Depositional Systems Application to Petroleum, Coal, and Uanium Exploration, Springer-Verlag, New York, 423 hal.
Sumber https://www.geologinesia.com/


EmoticonEmoticon